Selasa, 25 Desember 2012

Latte Art~ ♡





Assalamualaikum, Good evening everyone.....!

Remember me? whats? anda tidak mengenali saya?
sekedar tau,  saya calon Duta Besar Indonesia untuk Jerman . *abaikan

actually, saya pemilik blog terunyu sederhana ini... ><  kkk~

oke, serius. nama saya -kalau memang penting untuk diingat, Yasmin dan hari ini saya berkeinginan untuk meng-update blog bulukan  tersayang ini. secara, yah..... anda tahu sendirilah. sudah berselang sebulan jarak antara postingan ini dengan postingan sebelumnya dan itu........ menyedihkan -_,-  saya merasa tidak memiliki bakat menulis yang terpendam lagi.. x_x *ngek


hm.... sudah membaca judul postingannya? iya, itu.... judulnya yang ada tanda lope-lope di ujungnya ituuu....... *abaikan lagi. yip! hari ini saya ingin berbagi sedikit tentang hobi saya akhir-akhir ini.


mau tau apa? itu adalah........ mencicipi segala-jenis-tidak-terbatas-merek-atau-rasa-dan-bentuk-apapun dari sebuah minuman bernama "coffee" yaaaa! minuman ini menggoda sekali~ mau  yang berjenis espresso, americano, cappuchino, macchiato, mocha,  frappe, con panna, arabika, or whatever :9


nah....... beberapa hari yang lalu... saya berkunjung ke rumah seseorang dan tebak apa! saya kembali bertemu dengan minuman termaknyos kopi yang tak sengaja (?) dihidangkan oleh si tuan rumah yang baik hatinya dan berbudi luhur ini :*


tapiii, satu hal yang menarik dari kopi ini. ini bukan kopi biasa. dia berhasil mengalihkan dunia saya *cih. diatas kopi ini terdapat foam yang menggambarkan suatu pola. YUPS! ini yang dinamakan Latte art! 



Latte art itu seni menggambarkan suatu pola di atas kopi yang terdapat foam. caranya dengan ngreasiin tekstur foam di atas kopi yang bercampur dengan bubuk cokelat sehingga terciptalah lukisan yang menarik. nah, setelah browsing sana sini...... saya akhirnya dapetin tips dasar dalam membuat Latte art yang aduhai ini.. so, check it out! :3



Membuat latte art sebenarnya tidaklah terlalu sulit namun juga tidak mudah. Ada syarat penting pertama yakni mengenai:  latte yang digunakan haruslah panas sehingga saat tertuang kedalam cangkir akan memunculkan foam atau busanya, disinilah anda bisa mencoba membuat tekstur warna yang menarik. Hal lainnya yang diperhatikan adalah teko atau tempat latte yang berbahan stainless steel dan memiliki ujung yang lancip sehingga latte saat dituangkan tidak berantakan. 







ada beberapa tekhnik dalam membuat Latte Art.

1. Free Pour Latte Art
Teknik ini hanya memanipulasi jatuhnya latte ke dalam kopi. Jadi awalnya latte akan dituang ke sisi cangkir yang lama kelamaan menuju ujung cangkir lainnya, bentuknya yang mengkerucut langsung ditarik kembali ke titik awal.



Cara ini paling sederhana karena tidak membutuhkan stik untuk melukis. 

Hasilnya biasanya bisa berbentuk Rosetta atau bentuk hati. Sajian bentuk ini yang lazin digunakan oleh cafe-cafe agar sajian kopinya tetap cantik dan menarik.

sourced:http://id.openrice.com/jakarta/restaurant/article/detail.htm?article_id=1232



2. Swirl with Chocolate Sauce (Etching)

Etching di Latte Art pada dasarnya adalah suatu metode untuk membuat gambar dengan tingkat yang lebih sulit. Maka dari itu kita butuh alat bantu seperti jarum/tusuk gigi untuk memotong serta mengubah bentuk geometris sederhana menjadi gambar/bentuk yang sulit. Contohnya seperti Latte Art di bawah ini, basic nya adalah hanya sebuah garis yang membentang, namun setelah dilakukan etching, gambarnya membentuk jadi seperti putaran-putaran angin.






here's the result~



Sayangnya gambar yang dihasilkan dengan metode etching memiliki waktu bertahan yang lebih pendek ketimbang kita menggambar dengan metode Free Pouring (langsung menggambar saat menuang susu), karena kalau di Free Pouring, susu, foam, dan espresso nya menjadi satu.  (sourced: http://kopikeliling.com/news/tutorial-cara-bikin-latte-art-di-rumah.html)



Naah..... itu  dia sedikit pembahasan tentang Latte art..... selamat berkreasi sendiri dengan kreatifitas anda di dapur rumah masing-masing readers~

akhir kata...... si pemilik blog unyu  ini mohon pamit... see you in next post! ^^






Senin, 12 November 2012

Bagaimana Cara Memperbaiki Hati yang Patah? :"


" Merindukanmu membuatku sempat lupa kenapa aku harus melupakanmu. Kau cinta yang bertepuk sebelah tangan. Kekasih yang tak pernah kumiliki. Kau memori yang harusnya kusimpan di dalam kotak dan kubuang jauh-jauh… - once upon a love "



sebuah novel lama yang baru sempat saya baca. dan kalimat yang tertera di atas itu merupakan satu dari sekian banyak paragraf dalam novel itu yang sukses membuat saya terdiam sejenak.



bukan... bukan karena saya menghayati jalan cerita novel tersebut. lebih tepatnya dikarenakan, saat dimana saya menulusuri tiap kalimat di dalam novel itu, sensasinya persis bagaikan membuka album lama.



Segala memori dan kisah lama seakan berdesakan ingin memaksa keluar. padahal usaha saya selama ini buat moved on itu perjuangaan banget yaaaah -you.know.what.I.mean-, --"



kenapa mesti move on? oh... puh-lis don't asking about that. --v
gak selamanya move on itu berhubungan dengan makhluk berjenis kelamin pria, rite? *if.you.know.what.I.mean* *ceilah* 


dan kali ini saya memang tidak ingin membuat postingan dengan judul "This is my tragic story" yang dulu-dulu sering menjadi project besar-besaran untuk saya dan Alvi selesaikan *oh girl, do you see how much I miss you rite now? :" *


ppfft.... terakhir kali menjejakkan kaki kembali di mantan SMP yang lokasinya tepat di sebelah SMA yang sekarang... senja yang saya lalui disana tak lagi sama. ya. tak akan ada yang sama. tidak tanpa mereka. tak akan ada yang sama. ;_;


"Aku tidak pernah menyangka, kalau kehilangan kalian akan terasa semenyakitkan ini" sebuah message singkat yang saya dapat beberapa hari setelah memulai hari-hari di sekolah baru, dengan seragam baru, dengan teman baru, dan (lagi-lagi) tanpa mereka. 



oke, ini untuk ketiga kalinya........ saya merasa telah memilih pilihan yang salah selama enam belas tahun usia saya. pilihan untuk melepas mereka pergi, dan tidak pernah mencoba untuk memanggil mereka untuk sekedar menoleh kembali.

How it's always been.... guys. kinda missing you.





Sabtu, 10 November 2012

Even If I Never See You Again Part 3


Why did I end up falling for you?
No matter how much time has passed,
I thought that you'd always be here.
But you have chosen a different road.




Jemari putih lentik itu berlarian di atas tombol-tombol keyboard sebuah laptop yang kini tengah memampangkan tab email seseorang. Sang pemilik jemari itu mengetik beberapa huruf secepat yang ia bisa, yang sejenak kemudian telah menjelma menjadi rangkaian kata-kata yang indah beraturan. Sejenak, jari-jemarinya berhenti menekan permukaan tombol-tombol
tersebut. Si yeoja pemilik jemari indah itu tertegun.
                

Rasa ragu itu tiba-tiba menyergapnya. Membuatnya tidak meneruskan lanjutan kalimat yang telah memenuhi halaman ‘sent an email’ miliknya. apakah ia harus benar-benar mencoba melakukan ide bodoh ini? ataukah ia berhenti saja sebelum segalanya terlambat dan malah menyerang balik dirinya dan menusuknya dari belakang nanti? ah... tapi ia rasa, efek yang ditimbulkan dari ide bodohnya ini tidak akan sebesar itu. dan........ sejak kapan ia jadi sepengecut ini untuk mencoba melakukan sesuatu?
                

Dengan hati yang setengah dimantap-mantapkan, dilanjutkannya kembali kalimat yang sempat tertunda di pikirannya tadi. sebuah paragraf singkat, yang.......... walaupun hanya berisi beberapa kalimat pendek yang mungkin terlihat remeh temeh dan tidak penting bagi beberapa orang, tapi merupakan sebuah penentuan baginya.

                

Senyum miris terpampang di wajah yeoja cantik itu saat ia dengan setengah hati akhirnya mengirim email itu. Ia menatap kosong ke arah layar laptopnya. kapan terakhir kali ia mengirimkan email pada orang itu? tiga tahun, ah tidak... empat tahun yang lalu. 

Tak lama setelah ia memutuskan untuk tidak kembali lagi ke korea dan menyangka kalau  email itu adalah email terakhir yang dikirimnya untuk orang itu. Ia mendesah. Mencoba mengalihkan pikirannya dengan memutar playlist I-Phonenya. walau begitu, matanya masih terasa berat untuk tidak melirik lagi ke arah deretan kalimat yang mengisi emailnya itu.


From       : Madamoiselle_Ji@gmail.com
To            : shiningstar2303@gmail.com
Sub         : I’m back...

errr.... dari mana aku harus memulainya?
Annyeong haseyo, tuan  muda Jo...! masih ingatkah kamu padaku? :)
hufft. oke. aku tidak akan bertele-tele.
mianhae.. aku tidak pernah bermaksud untuk pergi. sama sekali tidak pernah.
merasa sangat bersalah saat akhirnya memilih untuk pergi disaat seharusnya aku menemanimu di rumah sakit yang suram itu. segalanya terjadi begitu cepat -seperti tengah menonton potongan film. dan tanpa kusadari, tiba-tiba kakiku telah menjejak di atas tanah asing itu. menyesal saat sadar kalau aku benar-benar telah memilih pilihan yang salah. terlalu gegabah. yah, kau tahu... yang kupikirkan saat itu hanya berlari sejauh mungkin dan melupakan segala hal yang terjadi hari itu. mungkin kau tidak akan pernah mengerti mengapa.
Segala hal yang terjadi saat aku berada disana hanya pikiran untuk bisa pulang pulang dan pulang. aku rindu tempat ini... aku rindu seoul, rindu kalian semua.... rindu kamu. Tersadar kalau aku tidak bisa melepaskan kalian semua dan tempat ini, -separuh jiwaku.
Karena itu, hari ini aku memilih untuk kembali. at last, mianhae... jebal.
               

Yeoja itu -Jiyeon, menutup tab emailnya cepat. Ia  mendesah panjang dan menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan air mata yang berusaha mendobrak pelupuk matanya. Jiyeon perlahan berdiri  dan beranjak menjauhi laptop yang kini telah berada di posisi off. Ia duduk di tepi ranjangnya, masih dengan kedua bola mata yang menerawang jauh. Ah.... Ia benci dengan kata “seandainya”. tapi salahkah jika ia berharap, seandainya ia bisa kembali ke masa lalu dan mengubah segala hal yang pernah terjadi?


Keheningan yang menyelimuti kamar Jiyeon terpecah dengan suara ketukan yang terdengar dibalik pintu kamarnya. Ia melirik sekilas, dan mulai menerka-nerka siapa yang mengetuk pintu kamarnya tengah malam begini? Appanya? tidak mungkin.... Appa belum kembali dari Ilsan sejak lima hari lalu. Kalau begitu.....


“Jiyeonssi..... keluarlah.... bantu aku membuat sesuatu untuk mengganjal lapaar... aku tidak bisa menghidupkan kompornyaa...” suara khas yang amat dikenali Jiyeon itu sukses membuat yeoja itu terkikik geli sebelum menyembulkan wajahnya dari balik pintu.


“Huahaha....  dasar oppa tidak becus.. kenapa tidak kau suruh saja pada salah satu bibi kita kalau tidak bisa?” ujar Jiyeon setengah meledek. Hyunseong hanya memberikan ekspresi datarnya saat Jiyeon dengan  sangat cepat, mencubit pipi kanannya -tanpa bisa ia cegah, sambil terkikik geli.


“Kau tahu? aku tidak pernah tega untuk mengusik wajah mereka yang tertidur lelap itu. yah, kita sudah cukup membuat mereka lelah di siang hari, tak perlu menambah penderitaan mereka dengan membangunkan mereka pada tengah malam begini bukan?” Jiyeon hanya meringis pendek mendengar jawaban oppanya  itu.



“Yayaya, mulailah menjadi bijak oppa... kau akan terlihat sepuluh tahun lebih tua... dan aku akan dengan senang hati memanggilmu haraboji... kkk~” balas Jiyeon pendek sebelum dengan tergesa-gesa melarikan diri ke dapur. menghindari sandal rumah yang kini tengah dilayangkan ke arahnya.
*****




Namja tampan itu baru saja akan mematikan PCnya ketika sebuah notif bewarna merah tiba-tiba menghiasi halaman emailnya. ia mengernyit heran, mengekspresikan rasa penasarannya pada seseorang -entah siapa, yang kini telah
mengirimkannya email di tengah malam -menjelang pagi buta, seperti ini.



Sedikit malas, ia mengklik email yang baru masuk itu. Sekejap, beranda email itu berganti dengan halaman email yang tadi baru saja masuk ke inboxnya. ia melirik ke arah email si pengirim... sebuah alamat email yang...... sepertinya ia kenal. ah... bukan sepertinya. ia memang mengenal si pemilik alamat email ini.  Madamoiselle Ji. akankah ia lupa pada pemilik alamat email ini? dan, walaupun ia mau, tapi bisakah?


Ia tidak perlu bersusah payah untuk membaca email itu sampai huruf terakhir untuk dapat mengerti inti dari isinya. judul dari email itu telah menjelaskan segalanya. yeoja itu kembali. ralat. yeoja yang telah dinantikannya selama lebih dari setengah dasawarsa itu telah kembali. Ia mengatupkan kembali bibirnya yang tadi refleks  sedikit terbuka, dan mendesah berat.


Seharusnya ia merasa senang saat ini. penantiannya selama ini telah berakhir seperti apa yang diinginkannya. tapi entahlah... hatinya menolak untuk mewujudkan apa yang seharusnya ia rasakan. rasa kecewa lebih mendominasi hati kecilnya saat ini. kecewa yang seharusnya ia rasakan di hari kepergian gadis itu lima tahun lalu.


Namja itu beranjak mendekat ke arah meja belajarnya di sudut kamar. kaca jendela yang berada tepat  di depan meja belajar itu masih terbuka, belum dibalut gorden berwarna abu-abu tebal yang menggantung di kedua sisinya.
Di balik kaca bening itu, terlihat kerlap-kerlip lampu yang menerangi gelapnya malam di kota Seoul. bahkan di tengah malampun, ia masih mendapati lumayan banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. dalam diam, namja itu menatap kehidupan yang masih berjalan di bawah sana. seakan tengah menemani kesendiriannya.


Hatinya gundah. ragu untuk memilih hal yang harus dilakukannya saat ini. mata kosongnya menerawang jauh, ke arah hamparan kerlap-kerlip lampu di depannya. sampai akhirnya tersadar, titik-titik air ternyata telah berjatuhan ke bumi. menyirami tanah-tanah di penjuru kota Seoul. Seoul diguyur hujan malam ini.


Titik-titik itu mengaliri setiap jengkal sudut jendelanya. membuat kaca itu seolah-olah dipenuhi butiran Kristal kecil. kedua sudut bibir namja itu sedikit melengkung ke atas. sejak dulu, ia selalu menikmati saat-saat ini. saat tetesan hujan mengguyur bumi. memekarkan segala yang pernah tumbuh di atasnya. memekarkan segala memori lama. bedanya, dulu ia tidak pernah menikmati saat-saat seperti ini sendirian. selalu ada seseorang yang menemani namja  itu di sisinya. tak peduli kapan dan dimanapun ia berada. tapi, yah.. itu dulu. saat segalanya masih berjalan dengan indah, seperti yang diinginkannya.



Namja itu mendesah lagi. kemudian meletakkan telunjuk tangan kanannya di kaca yang kini mulai agak berembun itu. jarinya naik turun, menuliskan sesuatu di permukaan  jendela itu. sebuah tulisan hangul telah terukir sempurna di kaca jendela kamarnya kini.  '  박지연  '   dan secepat ia menuliskan sebuah kata itu, secepat itu juga ia menghapus kembali kata itu dari kaca jendela kamarnya. hilang tak berbekas.


Ia mendengus kesal. merutuki hatinya yang tidak bisa konsisten. tak tahu berbuat apa, dengan malas dilemparnya pandangannya menelusuri rak buku besar disampingnya. duduk diam, dan menatap satu-persatu judul buku yang tertera di sana. sampai akhirnya pandangannya terhenti di sudut meja belajarnya sendiri -yang berada tepat di depannya.



Ia tertawa pahit. menertawakan kebodohannya. menertawakan kedua buah pigura yang dari dulu sampai kini tidak pernah berpindah dari meja belajarnya ini. menertawakan masa lalunya. dan akhirnya ia  dapat menarik sebuah kesimpulan. tidak ada yang akan berubah. dua pigura itu tidak akan berpindah dari tempatnya kini. ia akan tetap menjadi barang istimewa yang pernah ada di hidupnya. perlahan, dielusnya permukaan kaca pigura kedua foto itu dengan ujung jemari, dan untuk kesekian kalinya, mendesah panjang. 












Rabu, 20 Juni 2012

Even If I Never See You Again Part 2

Over time, when the time passes by.
It will be a heartache in the memory.
There is no need to forget,
since it will just all fade away.




















 ***

Seorang gadis kecil melangkah tersaruk ke arah ruang kelas barunya. wajahnya sama sekali tidak menampakkan aura persahabatan. dengan dua ujung bibir yang tertarik mengarah ke bawah, dan garis wajah sinis yang tergurat di wajah cantiknya. tidak ada yang berani untuk sekedar menyapa bahkan menoleh ke arahnya. yah... lupakan kenyataan bahwa ia hanya seorang murid baru di sana.


Fakta bahwa ia adalah putri bungsu dari seorang ternama dan berkuasa membuatnya disegani bahkan sebelum sempat kakinya menjejak di depan halaman sekolah elit ini. Mungkin hal itu juga yang mebuatnya merasa menjadi seseorang yang berposisi tinggi dan tidak pantas untuk berteman dengan sembarang orang.


Gadis cantik itu tetap menatap lurus kedepan dengan sorot mata penuh keangkuhan dan berjalan dengan setengah hati menuju ruang yang merupakan kelas barunya. 

kelas? kata itu sebelumnya tidak pernah singgah di telinganya.
bagaimana mungkin ia bisa mengerti kata itu, kalau sebelum ini ia tidak pernah mengecap bangku sekolah formal? ya. ini pertama kalinya ia memasuki sebuah gedung dengan ratusan anak-anak yang berpakaian sama. dan ia tidak suka. ia tidak suka disamakan, karena ia merasa berbeda. sederhananya, ia merasa kalau ia berbeda dari semuanya. ia istimewa!


Gadis berambut kecoklatan itu tersenyum miring saat menyadari kalau ia telah sampai di depan kelasnya. ia sadar kalau berpasang-pasang mata kini tengah menatapnya dari balik jendela. ia merasa seperti tidak perlu menganggapi puluhan mata yang kini tengah menatapnya penuh kekaguman itu.

tidak, ia salah. ia tidak menyadari, ada seseorang yang bahkan tidak melemparkan pandangan ke arahnya sedikitpun. seorang bocah lelaki di sudut ruangan.

***

Hari kelima gadis itu di sekolah. masih sama seperti sebelum-sebelumnya. tidak ada yang tertarik untuk sekedar menyapanya kecuali guru yang mengajar di sekolah itu. Ia masih sendiri, tanpa seorangpun yang berada di sisinya.


Lima belas menit waktu istirahat telah berlalu. dan ia masih sibuk sendiri di tengah kelas yang telah kosong dengan ditemani sekotak pensil warna dan sebuah buku melukis. gadis kecil itu tenggelam dalam keheningan kelasnya dan larut dalam dunianya sendiri. Ia diam, dan dengan tenang menggoreskan ujung pencil warnanya ke atas buku menggambar miliknya.


Suasana ricuh yang berasal dari luar ruang kelasnya sama sekali tidak membuat gadis itu terusik. ia masih duduk dengan tenang dan tidak peduli apapun selain kedua benda di tangannya. Bahkan tidak menoleh sedikitpun saat seorang murid di kelasnya membuka pintu dan membuat beberapa teman di belakangnya bergegas berebut memasuki pintu itu sambil tergelak panjang.


“Sudah kukatakan.... anak sok itu pasti tidak bisa terus-terusan bertahan dengan wajah soknya itu.... hahahah... ada lihat ekspresi dia tadi kan? bwahaha... Hanbyul jenius! bisa terpikirkan ide gila ini.... waah.. untung tadi kyungri sonsengnim tidak tahu kalau aku yang memasukkan separo isi botol saos ke mangkuk Sungwoo... ia benar-benar menjerit setengah menahan tangis tadi! hahahaha!!” salah satu bocah bercerita dengan heboh dan sesekali diiringi gelakan panjang pendek.


“Tentu saja! aku memang jenius, Seokhyun-ah.... aku sudah lama tidak menyukai anak sombong itu... bisa-bisanya dia terpilih menjadi ketua di kelas kita...seharusnya kau cemplungkan botol saosnya sekaligus ke dalam mangkuk supnya tadi... ahahaha” sahut Hanbyul pada bocah yang dipanggilnya Seokhyun itu dengan terkikik geli.


“tapi..... apakah kalian tidak keterlaluan tadi...? dia sepertinya benar-benar marah. kalau sampai ketahuan... noe jugeosseo!” seorang anak yang membawa kotak bekal menyela perbincangan heboh teman-temannya dan sontak membuat mereka semua berhenti tergelak.


“Ahh... kau ini terlalu berlebihan Minwoossi. mana mungkin ketahuan.... aku dan Hanbyul adalah calon actor yang handal.. jadi, masalah kecil seperti itu tidak ada pengaruhnya buat kami...”ujar Seokhyun yang dibalas anggukan oleh Yoonsuk.


“Hooo.... jadi kalian yang berbuat ulah tadii..! cerdas!” Hanbyul dan Seokhyun tersentak dan menoleh ke belakang. terlihat dua orang gadis yang telah berdiri dengan berkacak pinggang.


“Waa! sejak kapan kalian disitu? Christina yaaa! dari dua bulan lalu kamu selalu mengikutiku! pergi jauh-jauh!” Hanbyul berseru gemas dan mendorong pundak seorang gadis yang dipanggilnya Christina itu menjauh.


“Waeyo? boleh saja aku pergi. tapi nyawamu tak akan selamat. akan kulaporkan semua yang telah kudengar tadi pada sonsengnim... bukan begitu, Seohyun?” Christina mengedipkan sebelah matanya pada gadis temannya itu.


“Eo! kami akan melaporkan.... kecuali kalo Seokhyun membolehkanku untuk memanggilnya Oppa.... bagaimana, Seokhyun chagiyaa~ ?” sontak, kedua mata Seokhyun membulat.


“Noe! berhenti memanggilku chagi! aku tidak akan pernah menjadi chagimu! dan...... mworago? oppa? jangan mimpi!” hardik Seokhyun yang sukses membuat Seohyun mengerucutkan bibirnya.


“Yoonsukssi........ Seokhyun jahat padaku... bolehkah aku bercerai dengannya dan menikah denganmu?” Seohyun mengedipkan kedua matanya genit ke arah seorang bocah yang asyik sendiri dengan balon yang tengah dilambung-lambungkannya ke udara.


“Nde?” Yoonsuk mengangkat sebelah alis, dan Seokhyun mendengus tak peduli. Hanbyul terkekeh geli, dan lekas menghentikan tawanya saat sadar, tengah ditatapi Christina yang menatapnya dengan kedua bola mata seakan ingin mengajaknya kawin. Hanbyul membuang muka.


“Jika begitu....... bagaimana kalau kita bermain kucing-kucingan bersama saja? kalau kalian setuju, kami akan tutup mulut!” Christina memberi saran. yang lain terdiam lama, menimang-nimang syarat dari Christina, sebelum akhirnya mengangguk.


Minwoo hanya tersenyum geli melihat tingkah teman-temannya. Ia baru saja akan meletakkan kotak bekal yang sedari tadi belum dibukanya dan kini ingin diletakkannya kembali di sudut tasnya sebelum tersadar. ada seseorang yang terduduk sendirian di tengah kelas. terlihat begitu kesepian.


Minwoo terdiam di tempat, tertarik untuk memperhatikan apa yang tengah dikerjakan gadis cantik itu sendirian. ya, bukan kali ini saja ia tertarik untuk menatap gadis itu. dari saat ia pertama kali berjalan melewati koridor sekolah mereka, Minwoo sudah tidak bisa mencegah untuk tidak meliriknya diam-diam. mungkin karena gadis itu begitu berbeda dari yang lain. mata hazel, rambut kecoklatan, dan sifat arogannya...


Tanpa sadar, Minwoo mengambil kembali kotak bekal yang baru saja berdiam tenang di tasnya dan beranjak perlahan menuju meja gadis itu. Ya! ia tidak sadar sama sekali, dan tersentak saat tiba-tiba sosoknya telah berada di sisi sebelah kanan meja yang bertuliskan ‘Shim Jiyeon’ di atasnya. nama gadis itu.


Teman-teman Minwoo yang baru saja akan keluar kelas, berbalik dan menatap heran pada Minwoo yang kini tengah berdiri di sebelah Jiyeon dan menyodorkan kotak bekalnya pelan ke sisi meja Jiyeon. Jiyeon tidak bergeming. mungkin bisa dikatakan, tidak sadar akan kehadiran seseorang di sisinya.


Sejenak, ia berhenti mencorat-coret kertas gambarnya dan tersenyum puas. saat ingin mengambil pensil warna yang lain, Jiyeon sadar ada sebuah kotak tak dikenal yang kini telah berada di mejanya. Jiyeon mendongak, dan kaget melihat Minwoo yang kini tersenyum lebar ke arahnya.


“Mwoya?” Tanya Jiyeon pendek dengan ekspresi datar. Minwoo menjadi gelagapan dan menggaruk belakang tengkuknya. beberapa teman-teman Minwoo berjalan perlahan menuju tempat Minwoo berdiri saat ini, membuat Minwoo tambah gelagapan.


“Mm... aniya... aku hanya... ini. untukmu... aku lihat selama lima hari ini kamu tidak pernah jajan atau apapun saat istirahat, dan kupikir kamu lapar.. jadi.... ini untukmu.” Minwoo kembali menyodorkan kotak makannya yang kini setengah terbuka tutupnya. Jiyeon terdiam dan menatap tajam ke arah Minwoo.


“Shiroyo...! aku tidak lapar dan  tak perlu makanan. dan........ tidak usah berbuat baik padaku. aku tidak suka orang baik...” Minwoo tersentak. mulutnya membulat, ingin mengucapkan sesuatu tapi tidak jadi.

Dengan tiba-tiba,  Hanbyul yang telah berada di sebelah Minwoo merebut kotak bekalnya dan menyodorkannya persis di depan muka Jiyeon.


“Coba dulu! kue buatan eommanya Minwoo sangat enak! jarang ada eomma wanita karir yang sempat membuat bekal seenak ini untuk anaknya... kamu akan menyesal kalau tidak mencoba...” seru Hanbyul mempromosikan bekal Minwoo dengan heboh. teman-temannya yang lain berdatangan dan mengelilingi meja Jiyeon saat itu juga. membuat Jiyeon semakin tak tahan berada di tengah kerumunan anak-anak itu.


“Jadi kenapa kalau enak? sudah kukatakan aku tidak mau....! sekarang, MENGHINDARLAH!!!” tukas Jiyeon dengan sedikit membentak. ia menepis kotak bekal yang berada tepat di depan wajahnya, sehingga kotak itu terlepas dari tangah Hanbyul dan terjatuh di lantai. isinya tumpah berserakan. raut muka Minwoo berubah. perlahan, ia berjongkok memunguti roti yang berserakan di lantai saat itu. Hanbyul ikut berjongkok dan membatu Minwoo.


Jiyeon tetap bertahan dengan ekspresi datarnya. membuat dua gadis di sampingnya (Seohyun & Christina) mendesis tidak suka. Seokhyun juga mulai menatapnya dengan tatapan penuh api neraka. Ia mendekat ke arah Jiyeon, dan melemparkan kata-kata sinis.


“Yaa...yeoja sombong! kau kira dirimu siapa? tidak pernah didikkah di rumah besarmu, bagaimana caranya menghargai orang lain? atau appamu terlalu sibuk dengan perusahaan sehingga tidak sempat mengurusi anaknya? Hah! aku paham kalau begitu..” Seokhyun berujar seraya berkacak pinggang.


“Shikkeureowoe! jangan mengoceh disampingku. aku tidak suka!” tukas Jiyeon seraya melanjutkan kembali gambarnya. Seokhyun melongo. ini pertama kalinya ada murid perempuan yang berani mengacuhkannya. Seokhyun tersenyum miring. sebuah ide iseng berkelebat dibenaknya.


“YAA! KEMBALIKAN!!” Jiyeon berteriak dan mengejar Seokhyun yang telah sukses menarik paksa pita rambut Jiyeon dan berlari keluar kelas. Jiyeon baru saja akan berlari mengejar Seokhyun sebelum dengan tiba-tiba Seohyun dan Christina menghentikan langkahnya. Christina dengan kasar menjambak rambut cokelat Jiyeon dan tergelak lepas.


“Hahahah... lihat rambutnya! dia tidak cantik sama sekali dengan rambut hancur seperti itu! hahah...”


“Mungkin ini bisa membuat kepalamu dingin gadis jahat!” dan......’byur’ Seohyun menyiram wajah Jiyeon dengan air yang ada dalam botol minumannya. Minwoo dan Hanbyul yang baru saja selesai membereskan ‘kekacauan’ di lantai, tercengang melihat Jiyeon yang kini telah basah dengan rambut acak-acakkan. persis seekor kucing yang kehujanan.


Minwoo berdiri dan mendekat ke arah Jiyeon. “Noe... gwenchanayo?” tanyanya dengan khawatir dan mencoba menyentuh baju Jiyeon yang telah basah.


“Pikyeo! jangan ganggu aku lagi!” Jiyeon menepis tangan Minwoo, dan berlari keluar kelas. meninggalkan anak-anak yang menatap punggungnya dengan berbagai ekspresi.

Minwoo awalnya ingin mengejar Jiyeon, sayangnya tangan Yoonsuk menahannya. “sudahlah..... ia tak akan mau berbaik hati padamu.”


“Ne... lebih baik kita semua pergi bermain! lupakan yeoja jahat itu...” ujar Seohyun dan menggandeng paksa lengan Minwoo dan menariknya untuk keluar kelas. Dengan setengah hati, Minwoo mengikuti punggung Seohyun yang berlari menjauh.

***

Seorang bocah lelaki menatap bosan ke arah kerumunan anak yang bermain di taman luas yang terletak di halaman sekolah mereka. 

Tatapan datarnya kini terarah pada beberapa orang namja dan yeoja yang berlarian di depannya, bermain kucing-kucingan. salah seorang dari mereka tiba-tiba berhenti, dan melempar sesuatu yang sedari tadi berada di genggaman tangannya.

Bocah itu mengikuti arah benda tersebut dilemparkan, dan akhirnya tergelak di tanah. Ia meloncat turun dari panjat-panjatan yang dinaikinya tadi. melangkah pelan ke arah benda berwarna merah muda itu. saat telah dekat dengan tempat benda itu teronggok, bocah itu berjongkok dan mengambilnya.


Sebuah pita. ya. pita yang biasa dipakai para yeoja di rambut mereka. dan sepertinya bocah itu sadar siapa sebenarnya pemilik pita itu.

***

Jiyeon menangis tergugu di atas pagar pembatas sekolahnya. tempat yang paling jarang didatangi murid-murid di sana. Rambutnya lembab dan acak-acakkan, wajahnya kusam penuh airmata, dan bajunya basah. sangat berbeda dengan penampilannya tadi pagi. hatinya sakit. untuk pertama kalinya, dia diperlakukan seperti ini. oleh orang-orang yang baru dikenalnya.


“Eomma......... aku tidak ingin sekolah disini lagi... Hyunseong oppa.... jemput aku..... aku ingin pulang.. disini semua jahat padaku...... hiks....hiks... eommaaaa...” Jiyeon berteriak keras, melampiaskan rasa sakit hati dan kecewanya. Dengan mata sembab, ia tertunduk menatap rerumputan di bawah pagar. wajahnya sebagian telah tertutup oleh rambut yang acak-acakkan dan lembab karena disiram air dari botol Seohyun tadi.


Seorang bocah meletakkan kedua tangannya di ujung pagar dan meloncat ke atasnya. ia duduk di samping Jiyeon. tidak memberi jarak sedikitpun. kedua bola matanya menatap Jiyeon. sedikit geli dan kasihan melihat penampilan Jiyeon saat itu.


“Sudahlah...... jangan cengeng. mereka juga bukan tanpa alasan memperlakukanmu seperti ini kan?” Jiyeon menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati seorang namja tak dikenal yang telah duduk di sampingnya. Jiyeon mebuang muka.


“Aku tidak cengeng! mereka yang keterlaluan! aku tidak pernah menyuruh mereka untuk dekat-dekat dan berbaik hati menyapaku. aku tidak suka. dan lihat! apa yang mereka perbuat? appaku benar-benar salah memilih sekolah untukku.” entah bagaimana caranya, Jiyeon bisa menggerutu dan menceritakan segala hal yang menyesaki hatinya saat itu pada namja tak dikenal disampingnya. Namja itu tersenyum kecil melihat wajah suram Jiyeon yang bertambah suram saat menceritakan uneg-uneg yang dirasakannya.


“Mungkin karena kamu terlalu sombong dan tidak mau berkomunikasi sedikitpun dengan mereka? sejauh yang aku tahu... mereka baik kok. oh ya, aku juga pindahan.... dan mereka bisa cepat menerimaku di sini.” Namja itu balas curhat pada Jiyeon yang tidak menoleh ke arahnya. hanya menunduk dan menatap rerumputan yang dimainkan angin di bawahnya.


“Ah, ne? yah... aku memang berbeda. istimewa. dan mungkin memang tidak seharusnya aku berada di sini..” Jiyeon bergumam kecil. matanya kembali mengabur. Ia yakin, sedikit berkedip saja aliran hangat itu akan kembali mengalir di pipinya. haha. sepertinya ia memang benar-benar cengeng.


“Lalu...... apa yang akan kamu lakukan?” Tanya namja itu lagi, kemudian memasukkan jemarinya ke dalam saku jas.


“Pindah mungkin...?”ujar Jiyeon lagi. kini air mata itu kembali menetes di kedua pipinya. membuat namja di sampingnya tidak tahan untuk terus diam. Namja itu beringsut ke arah Jiyeon, dan mengusap kedua sudut matanya.


“Aissh.... yeoja sepertimu benar-benar menyebalkan. kamu terlihat  angkuh dari luar.. padahal lemah dan cengeng.. sudahlah.... jangan menangis lagi... dan, apa katamu tadi? pindah? hahaha........ jangan secepat ini...! kamu bahkan belum seminggu berada di sini. coba bertahan lebih lama.... dan ubah sedikit sifatmu itu.. kupastikan kamu akan betah di sini. mereka sebenarnya sangat baik.... tidak percaya? oke, besok datang cepat ke sekolah dan kutunjukkan padamu! satu lagi, kita berteman...” Jiyeon kini menatap namja disampingnya itu dengan berbinar.


“Noe..... jinjjayo?” Jiyeon berujar penuh harap. Si namja tersenyum simpul dan mengangguk. Jiyeon tersenyum tipis melihat anggukan namja itu.


“Ah..... kenalkan... aku putra dari Mr. Jo. oh ya....” namja itu seperti tersadar akan sesuatu dan merogoh saku jasnya. Ia mengeluarkan sebuah benda yang tadi dipungutnya dan menyodorkannya pada Jiyeon. Jiyeon hanya menatapnya dengan tidak berminat.

Benda itu mengingatkannya pada kejadian tadi. saat Seokhyun menarik kasar benda itu dari rambutnya.
Melihat Jiyeon yang tak bergeming, namja itu berinisiatif untuk memasang kembali benda itu di tempatnya. Ia menyibak rambut Jiyeon dan menautkan benda itu di antara anak rambut gadis itu, kemudian tersenyum lebar melihat rambut Jiyeon yang kini telah kembali tertata rapi.

“Neomu Yeppoyo...!” ujar namja itu pendek.


Hal terakhir yang Jiyeon ingat saat pertemuan pertamanya dengan namja itu adalah... beberapa saat setelah mereka  duduk terdiam di atas pagar pembatas sekolah, tetesan bening jatuh teratur dari langit. ya. rinai hujan berjatuhan dan menemani obrolan dua orang anak kecil yang telah memproklamirkan pertemanannya itu.




***

“Jiyeon Ah!” Yeoja yang dipanggil namanya itu tersentak kaget. ia menoleh ke arah orang yang memanggilnya, menatap dengan bertanya.


“Sampai kapan kamu mau terbengong di situ? kita sudah sampai dari sepuluh menit yang lalu... atau, kau ingin kembali ke Jerman?” Hyunseong berseru denga curiga. selama sebelas jam perjalanan Jerman-Korea tadi Jiyeon hampir tidak berbicara dengannya sedikitpun. lebih banyak diam dan melempar pandangannya keluar jendela pesawat. ia curiga, jangan-jangan Jiyeon sudah tidak berminat untuk kembali ke Korea, dan saat ini juga ingin mengubah haluan pesawat agar kembali ke Jerman. Ya... saengnya bisa saja melakukan itu. tak ada yang tak bisa dilakukan Jiyeon.

"Aniya..... kajja oppa.... kita keluar...!"Hyunseong mendesah lega. saengnya tidak benar-benar melakukan apa yang sempat berkelebat di benaknya tadi. Ia mengikuti Jiyeon yang telah duluan di depannya. menyeret koper biru tuanya dan bersiul-siul senang. Hyunseng lekas mengejar yeoja itu.

Mata Jiyeon tidak berkedip melihat bandara Incheon yang tengah dipijakinya saat itu. benar-benar berbeda dengan lima tahun lalu! segalanya terlihat......... begitu mewah! 

ah.... bandara ini saja telah membuat banyak perubahan sejak Jiyeon meninggalkannya lima tahun lalu. bagaimana dengan orang itu? apakah dia masih sama, ataukah telah menjelma menjadi sosok yang tidak Jiyeon kenal? 

***


Jumat, 15 Juni 2012

Even If I Never See You Again Part 1

Time
I’ve been passing time
Watching trains go by
All of my life
Lying on the sands
Watching seabirds fly
Wishing there would be
Someone waiting home for me
Something’s telling me
It might be you
It’s telling me it might be you..




















oOoOoOoOoOoOoOoOo

Drtt..drt...
Getar yang berasal dari benda mungil bewarna hitam mengkilap itu tidak lantas membuat pemiliknya segera beranjak mengambil benda itu dari meja kecil di depannya saat ini.

Benda itu terus bergetar, memaksa sang pemilik melirik sekilas ke arahnya, dan dengan sedikit malas-malasan meraih benda itu dari tempat semulanya berada. Si yeoja pemilik benda itu menatap datar ke arah layar yang bersinar pada benda di genggaman tangannya. Sebuah tulisan tertera di layar benda tersebut.
  
‘Hyunseong oppa is calling’

Sang yeoja mendengus kecil. sepertinya kali ini, tidak ada kesempatan untuk menghindar lagi baginya. Dengah setengah hati, ditekannya tombol di layar benda miliknya itu.

Tidak sampai satu detik terlewat. seketika, dari ujung sana terdengar suara kakak lelakinya yang dari nada suaranya seakan ingin meremas si yeoja saat itu juga.

“Jiyeonssi!!! NOE!! arggh!! Jayden menelponku tadi. dia bilang, kamu tidak datang ke sekolah lagi hari ini. Ini sudah ketiga kalinya kamu membolos dari pelajaran di sekolah!! Ya! odieoyo?” si yeoja yang dipanggil jiyeon tersebut sontak menjauhkan benda mungil itu dari telinganya, sebelum suara oppanya sukses membuat saraf telinganya putus.

“Oppa... sudah kubilang, aku tidak akan pernah membolos. aku bukan tipe yeoja yang suka membolos atau melalaikan kewajibanku. oppa tentu tahu itu kan? tapi, ini berbeda. Jeongmin sudah kembali ke Korea. segalanya menjadi membosankan... “ gumam gadis itu.

“Mwo? Jadi maksudmu ini semua salah Jeongminni ha? “ seru oppanya lagi, gemas.

“Bukan begitu juga.... hanya saja... oppa tahu kan, aku mau melanjutkan sekolah di negara orang asing ini juga karena Jeongmin bilang dia akan sekolah di sini.. sekarang Jeongmin sudah kembali, jadi untuk apa aku masih bertahan di sini? cemi opsoyo!" tukas Jiyeon yang sukses membuat oppanya di seberang sana menggeleng-geleng kepala. habis pikir bagaimana mengahadapi tingkah saengnya yang kian menjadi-jadi ini.


"Noe.. odieyo? kamu tidak mungkin sedang di kelas kan?" Tanya Hyunseong dengan menekan rasa gemasnya sekuat mungkin. saengnya ini selalu saja berbuat seenak hatinya. parahnya, Jiyeon memiliki sifat keras kepala yang tentu saja membuat Hyunseong harus memutar otak mati-matian untuk menang duel urat saraf dengannya.

"Ne..... aku sedang di seacláid cafe distrik 2. we yo?" sahut Jiyeon sambil menyeruput sisa milkshakenya yang tinggal setengah.

"Janggaman! aku kesana sekarang. setelah itu, aku akan membawamu pulang dan melaporkan ulahmu pada eomma. bersiaplah anak nakal...!" desis Hyunseong diseberang telefon. ia bergegas mengambil kunci audi-a3nya dan setengah berlari menuju parkiran gedung yang belum sejam didatanginya itu.

"iri wa yo oppa! ppalli...!! rencananya sih sepuluh menit lagi aku sudah tidak ada di sini. jadi, ppali..! fightiing!!" klik. panggilan terputus bersamaan dengan tersunggingnya senyuman iseng di wajah Jiyeon. ia sangat sangat puas dengan apa yang baru saja dilakukannya.

Yah, akhir-akhir ini entah mengapa ia senang melihat wajah gemas oppanya. ia juga suka saat oppanya mulai marah-marah dan mengomel tidak jelas dihadapannya. biasanya sih, Jeongmin yang sering dijadikan "pelampiasan" keisengan dia itu. mungkin itu juga salah satu factor mengapa Jeongmin tidak betah berlama-lama di dekatnya dan pulang kampung ke Korea. kekeke.

Jiyeon termenung menatap ke arah luar dinding kaca di sampingnya. kehidupan masih berjalan seperti biasa di luar sana. manusia-manusia yang kebanyakan berambut pirang hilir mudik memadati trotoar jalanan kota yang terletak di kawasan Eropa Barat ini. tetap sibuk dengan urusannya masing-masing. inilah salah satu surganya orang sibuk!

masih dengan sedotan milkshake di mulutnya, Jiyeon menatap bosan ke arah segerombolan remaja bule yang tampaknya baru saja menyudahi pelajaran di sekolah mereka. Penampilan mereka yang terkesan bebas dan kurang tertata, membuat Jiyeon sedikit rindu dengan suasana sekolahnya dulu di Korea. saat ia melewati masa taman kanak-kanak dan sekolah dasar bersama teman-temannya yang kebanyakan berwajah oriental itu.

apa kabar mereka hari ini? Jiyeon tidak tahu. sama sekali tidak tahu. karena terakhir kali ia menjejakkan kaki di Negara tempat kelahirannya itu telah lima tahun yang lalu. ia yakin, banyak yang telah berubah dari Negara itu. banyak hal yang mungkin tidak dikenalinya lagi jika suatu hari ia kembali kesana. walau begitu, hal itu tidak bisa membuat Jiyeon pernah berhenti untuk merindukan Korea Selatan.

Lalu kenapa ia memilih untuk pindah ke Negara ini? entahlah. banyak alasan yang membuatnya akhirnya memilih untuk tinggal dan melanjutkan sekolahnya di  Jerman. salah satunya karena eomma Jiyeon telah lama tinggal disini. Jauh sebelum Jiyeon dan Hyunseong yang awalnya tinggal bersama appa mereka di Korea, akhirnya pindah ke Jerman.

Tidak-tidak. bahkah Hyunseongpun awalnya tidak bisa memaksanya untuk ikut ke Jerman. Jeongmin! ya, Jeongmin yang merupakan sepupu dan satu-satunya orang terdekat Jiyeonlah yang berhasil membuat Jiyeon setuju untuk pindah kesini. Jeongmin berhasil mendapatkan beasiswa di salah satu sekolah ternama di Jerman.

Tentu saja Jiyeon yang sangat-sangat tidak bisa untuk berpisah sedikit saja dengan Jeongminnya itu, memaksa untuk bisa ikut juga ke Jerman.  tanpa pernah tahu, kalau Jeongmin akan kembali ke Korea bahkan sebelum masa waktu beasiswanya di Jerman habis.

Dan disinilah dia hari ini. duduk terpaku disalah satu cafe di tengah kota Munich. apakah ia menyesali keputusannya untuk tinggal di kota ini? entahlah. yang ia tahu, saat ia telah pergi jauh dari Korea Selatan dan memulai hari barunya di sini, setiap harinya selalu dibayangi rasa kehilangan. entah  akan apa.

Jiyeon tersentak mendengar seseorang memanggil namanya. Ia menoleh ke arah sumber suara, dan tersenyum kecil melihat oppanya yang kini telah berdiri di pintu masuk cafe yang tengah dikunjunginya ini. Ia melambaikan tangan ke arah oppanya yang menatapnya datar tanpa ekspresi.

oOoOoOoOoOoOoOoOo

“Jadi... kamu ingin kembali ke Korea Jiyeon-ah? apakah tidak terlalu sayang? bukankah dua tahun lagi kamu akan lulus dan melanjutkan ke jenjang kuliah? bukankah lebih baik untuk melanjutkan disini?” Interogasi eomma Jiyeon panjang lebar. Jiyeon tidak menatap ke arah eommanya. kedua bola matanya terarah keluar jendela butik eommanya yang berada di pusat kota itu.  

Anio. ia tidak sedang benar-benar melihat sesuatu di luar jendela kaca butik mewah itu. otaknya tengah bekerja keras mencari alasan untuk bisa kembali ke Korea.  sebuah ide gila berkelebat di otaknya, membuat sebuah senyum samar tersungging di wajahnya.

“Appa. naneun...... aku ingin bertemu appa. appa bogoshippo.. boleh ya eomma? aku ingin kembali ke Korea.. bukankah telah lima tahun kita tidak bertemu appa..? tolonglah....?” ya. ini gila. orang sebodoh apa yang bisa merindukan seorang ayah yang lebih mencintai perusahaan daripada anak kandungnya sendiri? tidak ada alasan yang bisa membuat Jiyeon sampai merindukan appanya.

Pastiny ia berbohong kali ini. Jiyeon tahu ini keterlaluan, tetapi mungkin hanya cara ini yang bisa dipakainya. yah.. satu-satunya cara agar ia bisa pulang ke Seoul secepatnya. bukankah seorang ibu akan mudah tersentuh mendengar hal seperti ini? kekeke.

Dan sepertinya berhasil. eommanya terdiam lama, kemudian mendesah. mata eommanya menatap lurus ke arah Jiyeon. orang yang tengah ditatapinya itu kini tengah harap-harap cemas menanti jawaban yang akan diberikannya. tak lama kemudian, eomma Jiyeon tersenyum tipis.

“Baiklah kalau begitu... kamu boleh kembali ke Korea. tapi eomma tidak bisa ikut bersamamu. kita baru saja membuka cabang butik di Paris dan Roma dan eomma mustahil untuk dapat kembali sebelum mengurus beberapa hal disini. eomma akan menyuruh Hyunseong untuk menemanimu. tapi kamu harus berjanji, jangan berbuat nakal dan jangan pernah membolos lagi disana janji?” eomma Jiyeon menyodorkan kelingking tangan kanannya kearah Jiyeon. Jiyeon tersenyum lebar dan menautkan kelingkingnya pada kelingking sang eomma.

“Ne. aku akan menjadi anak baik. Jongmal imnika!” janji Jiyeon sungguh-sungguh. eomma Jiyeon tertawa kecil, kemudian mengacak-acak rambut putrinya lembut. Sebuah keputusan yang dibuat eommanya untuk mengizinkan Jiyeon kembali, saat itu juga mengubah hari-hari yang dilalui Jiyeon untuk selanjutnya.

oOoOoOoOoOoOoOoOo

Jiyeon keluar dari butik yang bernuansa elegan itu sambil bersiul-siul senang. ia berlari-lari kecil ke arah oppanya yang tengah bersandar di dashboard mobil menantinya. Hyunseong mengerutkan kening melihat wajah Jiyeon yang seakan baru mendapatkan sesuatu yang luar biasa itu.

“Ada apa dengan senyum lebar itu? apakah eomma tidak menjewer telingamu atau semacam itu tadi? kenapa wajahmu secerah itu?” ujar Hyunseong kemudian menarik handle pintu mobilnya dan duduk di bangku kemudi. Jiyeon ikut masuk ke mobil oppanya dan duduk di kursi sebelah kursi kemudi. ia memasang sabuk pengaman dan melirik oppanya dengan girang.

“Anio. tadi sangat hebat! hanya butuh waktu lima belas menit, dan tahukah oppa? kita akan kembali ke Seoul secepatnya. waa cwegodaaa..~” Jiyeon berseru histeris. matanya berbinar menatapi tiap gedung yang dilewatinya, seakan tidak akan pernah bisa melihatnya lagi. senyum diwajahnya bertambah lebar saat dari sudut mata, ia menangkap wajah tersentak kakaknya.

“Nde? Mworago? kembali ke Korea katamu? aku baru saja bersusah payah lulus seleksi mahasiswa Hamburg, dan semudah itu eomma menyuruhku kembali ke Korea?? Shiroyo!!” sahut Hyunseong sebal.

“Hamburg? sesulit itukah masuk ke universitas tua itu? ahh... lupakan Hamburg oppa. ia hanya kelihatan hebat dari luar. bukankah duluuuu sekali, oppa pernah berharap untuk menjadi mahasiswa di  Kyunghee University?? nah, kalau kita kembali ke Korea, bukankah oppa akan bisa mewujudkan impian oppa ituuu??? ayolah oppa...~” rayu Jiyeon sambil mengedip-kedipkan kedua matanya dengan sok imut. Hyunseong menatap aneh ke arah Jiyeon.

“Berhenti mencoba membuatku geli adik nakal. seharian ini kau terus-terusan membuatku pusing. jadi, jangan tambah membuatku gila. duduk dan diamlah, ok? biarkan oppamu ini menenangkan diri. hahhh...”Hyunseong mendesah berat untuk kemudian menambah kecepatan audi-a3nya. Jiyeon tersenyum tipis melihat wajah putus-asa-tanpa-harapan-hidup yang terpampang di wajah oppanya. ia mengalihkan pandangan kembali keluar kaca mobil putih itu.

oOoOoOoOoOoOoOoOo

“Ng...ini bawa, ini... tinggal saja. bawa, bawa, wah... ini terlalu rugi untuk ditinggalkan. kalau yang ini.. tinggal... ah! oppa...!! kau mau ini? kalau ya, aku akan memberikannya padamu...!” Jiyeon berseru tiba-tiba ditengah kesibukannya membereskan setumpuk barang-barang yang akan dibawanya ke Seoul.
Hyunseong yang menjadi objek seruannya itu tengah duduk bersila di sofa depan TV. 

Ia melirik sekilas ke arah saengnya, dan seketika kedua matanya membulat melihat apa yang tengah diacungkan Jiyeon di tangannya sekarang. Nikon 4D! bukankah Jiyeon telah menabung mati-matian untuk membeli kamera mahal itu?

Memang, Hyunseong sempat menabung berbarengan dengannya untuk dapat membeli kamera dengan jenis yang sama. tapi Jiyeon yang lebih beruntung untuk bisa memilikinya lebih dulu. dan kenapa sekarang ia dengan santainya menawarkan kamera super mahal itu pada Hyunseong?

“Mworago? Nongdamhajima! jangan coba-coba mempermainkan oppamu lagi adik nakal. itu tidak baik. tidak puaskah kau, dari kemarin terus-terusan mengerjaiku? mian. aku tidak akan meladeni permainmu lagi kali ini.” gerutu Hyunseong seraya membuang muka. pandangannya kini terfokus kembali pada layar TV di depannya. beberapa menit, ruang tengah apartemen keluarga mereka yang luas itu hening. Hyunseong telah asyik dengan acara TV yang ditontonnya, tanpa peduli keadaan sekitar. 

Sampai-sampai ia tidak sadar kalau Jiyeon tengah berjinjit pelan ke sisinya. ‘tuk’ dengan tiba-tiba, Jiyeon menempelkan kamera hitam itu ke pipi sebelah kiri Hyunseong. Hyunseong terkesiap dan mendongak ke arah Jiyeon yang tengah berdiri di sisinya sambil mengenggam Nikon 4D di kedua belah jemari tangannya. Hyunseong menaikkan sebelah alis. ‘apa yang akan dilakukannya lagi?’ batinnya curiga.

“Ambillah oppa. aku tahu oppa sangat menginginkan ini. sebenarnya aku sama sekali tidak berminat pada dunia fotografi. kalau oppa bertanya, kenapa aku susah payah menabung untuk membeli kamera ini, yah... itu karena kau, Hyunseong oppa. awalnya sih ingin kuberikan pada hari ulang tahun oppa sebulan lalu. tapi, tak kusangka pada hari itu oppa bertingkah sangat menyebalkan padaku sehingga membuatku mengurungkan niatku. aratso, aku tahu aku keterlaluan akhir-akhir ini. jadi, sebagai permohonan maaf, terimalah kamera ini oppa...”Jiyeon menjelaskan panjang lebar dengan kata-kata yang sanggup membuat Hyunseong terpaku saat itu juga. dilihatnya tatapan tulus dari kedua mata Jiyeon yang tengah mengulurkan benda mewah itu ke arahnya.

Sejenak, Hyunseong terdiam dan meyakinkan dirinya kalau ia tidak sedang bermimpi. orang yang mengatakan kata-kata  tadi adalah saengnya dan memang sepertinya itu terlalu hebat untuk mejadi kenyataan. tapi, ia yakin ia tidak sedang bermimpi. sebuah senyum menghiasi wajah Hyunseong. sontak, ia memeluk saengnya dan mengacak-acak rambut cokelat Jiyeon girang.

“Waahh... tidak kusangka, saengku ternyata begitu baik... aku beruntung memiliki saeng sepertimu Jiyeon... eomma, gomawoyoo! aahhh... Nikon 4D!! Jiyeon, Gomapta!” Hyunseong berseru senang saat kamera hitam itu berpindah alih ke tangannya. Ia memandang tak percaya pada benda di tangannya. untuk kesekian kalinya, senyum lebar tersungging di bibirnya.

oOoOoOoOoOoOoOoOo

Jiyeon beranjak menuju tumpukan barang-barangnya kembali. ia mendengus kesal melihat tumpukan barang-barang yang berserak tak beraturan dihadapannya. ingin rasanya membuang segala benda tersebut ke jendela apartemennya. tapi sebelum menyesal, diurungkannya niat itu.

Ia mengalihkan pandangannya dari kardus-kardus penuh boneka yang akan dibawanya. tatapannya kini tertuju pada lemari buku di sudut ruangan. karena kurangnya minat Jiyeon terhadap benda bernama buku, membuatnya jarang sekali menyentuh lemari itu.

Dan kali ini, rasa penasarannya terhadap benda-benda yang tersimpan rapi dan teratur didalam lemari itu, membuatnya perlahan membuka pintu lemari buku itu dan menelusuri tiap judul yang tertera disana. Bussines and economic, The Goverment, ah... ini pasti buku-buku milik oppanya. lalu ada buku fashion dan beragam model pakaian. dan... di sudut lemari itu ada sebuah buku tebal tak berjudul. Jiyeon menarik keluar buku tersebut.

Mungkin itu lebih tepat disebut sebuah album. ya, sebuah album dengan sampul yang terlihat lapuk dimakan usia. Jiyeon yakin, album ini bukan album foto terbaru keluarga mereka. karena semua album tersebut kini berada dalam penjagaan Jiyeon. artinya, foto yang berada di album ini adalah foto-foto lama yang disimpan oleh eommanya.

Jiyeon membuka lembar pertama album tersebut dan tersentak melihat isinya. yah..... mungkin judul yang tertera di halaman depan album tersebut yang membuat kedua matanya membulat tak percaya saat itu.

“Asawa’s Room, Hwesa International School.”

Ya! itu album masa awal masuk Sekolah Dasar miliknya!! siapa yang pernah menduga, kalau album sepuluh tahun yang lalu itu masih ada dan tersimpan rapi di lemari ruang tengah apartemennya ini? di tengah keterkejutannya yang belum juga hilang, Jiyeon lekas membuka lembar kedua album tersebut.






 



Senyum lebar tersungging di bibirnya saat menemukan wajah-wajah polos menggemaskan yang amat dikenalnya. wajah teman-teman kecil yang paling dirindukannya, sejak kepergiannya lima tahun yang lalu. bahkan Jiyeon tidak sempat mengucap kata-kata perpisahan sedikitpun saat itu. sesuatu yang pada akhirnya meninggalkan penyesalan bagi Jiyeon.

Ditatapnya satu persatu wajah-wajah lucu itu. yah, walaupun ini adalah album sepuluh tahun yang lalu dan pastinya teman-temannya itu telah memiliki raut wajah yang  lebih dewasa dari yang terpampang di album itu kini. tapi senyum mereka masih senyum yang sama saat terakhir kali Jiyeon melihat senyum itu di hari kenaikan kelas.  Jiyeon bahkan masih hafal nama dan sifat semua teman sekelasnya (yang entah bagaimana tidak pernah bosan untuk terus bersama dari kelas satu sampai kelas lima -_-)





Ada Hanbyul yang ramah dan periang, Christina yang feminine dan bangga menjadi stalker setia Hanbyul, Saeron yang manis dan pendiam, Yoonsuk yang jenius dan biasa menjadi tempat kami sekelas berguru atau menyontek *keke~*, Shin Ae yang dewasa dan keibuan, Seokhyun yang sok dan jahil, Seohyun yang centil dan hobi menggoda Seokhyun, Mana yang cantik dan berbakat jadi model, Minwoo yang sangat sangat baik hati sekaligus perhatian, Sungwoo yang cuek, kalem dan otoriter, Hyungsuk yang tampan dan menawan, dan Lauren yang anggun dan benar-benar menggemaskan.

Yah... sepertinya tak ada yang terlewat dari memori Jiyeon tentang teman-teman tercintanya itu. segala kenangan yang benar-benar memaksa Jiyeon untuk dapat segera kembali dan bertemu mereka secepatnya. kini pasti mereka semua telah tumbuh menjadi namja dan yeoja yang tampan dan cantik, sama seperti Jiyeon sekarang.

Jiyeon benar-benar telah tenggelam dalam kenangan masa kecilnya. terlempar dalam memori indah bersama teman-temannya saat itu, yang sanggup menorehkan kerinduan terdalam di hati Jiyeon. Lama kedua bola matanya tak berkedip menatapi album foto di dekapan tangannya. Tak sengaja, selembar kertas terjatuh dari dalam album tersebut saat Jiyeon akan membuka lembar selanjutnya.


Hampir tak percaya, jemari Jiyeon perlahan mencoba  meraih halaman yang terjatuh di lantai ruang tengahnya itu. ia rasa, ia bahkan telah lupa cara untuk bernafas saat itu. 

Jiyeon terduduk di lantai. mendekap erat album di pelukannya, dan mengelus permukaan selembar halaman yang telah terlepas dari album itu. tepatnya mengelus potret wajah seseorang yang berada dalam selembar kertas itu.

Orang itu...... 

seseorang yang paling ingin *atau malah tidak ingin?* Jiyeon temui saat ini. 
alasan dibalik keinginan  Jiyeon untuk pergi dari negara kelahirannya. 
ya. orang itu. pangeran hujannya.







--- TBC ---