Jumat, 22 Juli 2011

A Twist In My Story






          Hari itu kurasa Selasa, tanggal 09 Januari 2005. Kubuka laci meja kayu di hadapanku secara perlahan. Selembar foto teronggok di sana. Hanya selembar foto. Dan memang hanya itu benda yang tersimpan di laci ini. Perlahan, kuelus permukaan foto itu. Ah... Apa maksud semua ini bunda? Bagaimana engkau menjelaskannya?



“Val, udah beres? Hari ini Kakak yang akan mengantarmu ke sekolah. Tenang... aku juga akan menjemputmu nanti..” tukas seorang pria dari balik pintu kamarku. Kak Ethan. Orang yang telah menjadi kakak lelakiku dan menganggapku adik selama enam belas tahun ini. Tergesa kututup kembali laci meja itu.


 “Ya... makasih kak..” sahutku datar tanpa senyum. Ethan mengerutkan kening. Tuhan... jangan. Jangan sampai ia sadar kalau ada sesuatu yang tidak beres padaku. Karena hari ini memang segala hal bermasalah buatku. Dan aku tidak ingin kalau ia tahu itu. ya...aku tidak ingin.


# # # # #


“ Val, telpon aku kalau sekolah sudah usai. Jangan khawatir... hari ini jadwalku tidak padat kok. Hanya akan ada rapat sampai jam sebelas. “ ujar Ethan sambil tersenyum.


Aku hanya balas dengan tersenyum kecil dan mengangguk. Sesaat kemudian, mobil hitam itupun melaju meninggalkan gedung sekolahku.

Perlahan, kulangkahkan kaki menuju kelas. Ah... aku rindu kelas. Rindu dengan semua hal, yang kurasa tidak akan memberikan kepalsuan kepadaku.  Aku muak ditipu... benci dengan segala kebohongan tersebut. Selalu berusaha mencari jalan keluar dari semua kisah tak berujung ini.


“ Hei.... pagi sistaah..! kenapa wajahmu cemberut sekali hari ini? Apa dandananku kurang cantikkah?” sapa seseorang ke arahku. Charis.


Sahabat paling narsis yang pernah kumiliki. Tak peduli seberapa narsis dia, dia satu-satunya sahabat terbaik bagiku. Setidaknya, aku masih bisa mendapatkan binar ketulusan dari dua mata beningnya. Tidak tampak kebohongan dari matanya.


“Tidak... kamu cantik Charis. Sangat cantik.. hanya saja, apa kamu pikir aku bisa tersenyum hanya karena melihat seorang yang cantik? Kupikir tidak... baiklah, lupakan. Ohya, kamu mau menemani aku hang out pulang sekolah ini? Tak masalah... kita akan ajak Ethan ikut serta..” dan kemudian, mengalirlah cerita menarik dari mulut sepasang sahabat ini.

# # # # #



“Val, apa kamu tidak ingin ikut ke kantin? Kamu ingin menitip sesuatu padaku? Aku takut kalau kamu akan kelaparan nantinya.. baiklah... sekotak susu.. hanya itu...? Ok!” tukas Charis riang. Aku mengangguk ke arahnya. Ah... Charis bagai pengganti mamaku di kelas ini..


Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kelas. Kelihatan seperti, hampir seluruh anak sudah beralih tempat ke kantin. Oh.. tidak. Seseorang masih duduk di bangkunya di pojok kelas. Seorang cowok, duduk dengan memejamkan mata. Dan earphone terpasang di kedua telinganya.


Dia murid yang baru masuk ke kelas kami pagi tadi. Cleon Terrence. Murid pindahan dari Saint Raymond. Kupikir, ia murid yang tampan untuk cowok seusianya. Terbukti sudah empat teman perempuanku yang berkata begitu. Hanya saja, sifatnya terlalu pendiam dan menutup diri.


“Em... Cleon? Apa kamu tidak pergi ke kantin? “ tak ada sahutan darinya. Tampaknya ia tidak mendengar suaraku jika hanya dengan volume segini. Aku berjalan ke sisinya, dan mecolek bahunya.


“Cleon, kamu tidak ke kantin? Tidak takut kelaparan? Setelah ini pelajaran Fisika. Setidaknya kamu harus mempersiapkan sedikit tenaga untuk bertarung dengan pelajaran itu. “ ujarku. Dia mengangkat sebelah alis, dan menatap aneh ke arahku.


“Dan kamu? kamu kira kamu bisa kenyang hanya dengan berbicara denganku di sini? Apa alasanmu masih bertahan di kelas? Bukankah sebaiknya kamu saja yang pergi ke sana? “ balasnya sambil menoleh acuh tak acuh ke arahku. Aku mendelik. Kemudian mengangkat bahu. Nyerah deh, mencoba melawan anak satu ini. Yah... apa urusanku juga.


Aku kembali duduk di bangkuku dan memain-mainkan gantungan kunci kotak pensil milik Charis. Sekelebat bayangan muncul di otakku. Dan dengan seketika, keringat dingin mengaliri wajah dan badanku. Oh Tuhan.... tidak.. tidak lagi... cukup dengan mimpi burukku akhir-akhir ini saja...


# # # # #


Bel pulang berbunyi. Bergegas kulangkahkan kaki menuju gerbang sekolah. Charis membatalkan rencana kami pergi jalan-jalan siang ini. Ada acara keluarga yang menghalanginya untuk ikut denganku.


dalam diam, kulewati koridor kelas. Dan berjalan di sisi lapangan basket. Seseorang sedang di sana. Memainkan bola basketnya dengan santainya, tanpa menyadari akan kehadiranku sedikitpun.


Kulirik ia sekilas. Kemudian berlalu meninggalkan dia sendiri di situ. Yah... bukan apa-apa. Aku hanya mengkhawatirkan kakak lelakiku telah menunggu lama di parkiran. Itupun kalau ia jadi menjemputku seperti janjinya pagi tadi.

Dan.. benar saja. Kulihat ferarri tersebut telah terparkir di sana. Kuketuk jendela di samping kemudi. Kakakku sedang berpangku tangan dan menumpukan wajahnya di setir mobil. Seolah sedang terbebani akan sesuatu. Kuketuk lebih keras kaca jendela itu. ia tetap tak bergeming.

  Nothing’s gonna change my love for you, 
you ought to know by now how much I love you,
 one thing you can be sure of,
 I’ll never ask for more than your love...  


“Ya hallo...?? hallo? ah... maaf.” Ujar Ethan tersadar, kemudian membuka kunci mobil yang berada di sebelah kiri kemudi. Aku merengut kemudian segera membuka pintu tersebut. Duduk tepat di bangku sebelahnya.


“ Ada apa denganmu kak? Terlalu streskah memikirkan masa depan? tenang saja... banyak kok wanita yang bersedia menjadi calon kakak iparku... siapa sih, yang tidak mau dengan kakakku yang cakep ini? “ ledekku iseng. Ethan hanya tergelak kecil. Dan, kurasa itu karena terpaksa. Yah... kami sama-sama sedang bermasalah hari ini.


“Hm... sudah menunggu lama ya Kak? Maaf... tadi aku ada sedikit urusan dengan Fabian... yah... seperti yang kamu tau kak, tentang beasiswa itu..” jelasku. Ethan hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Ah... benar-benar membuatku ingin tahu atas apa yang sedang terjadi.


# # # # #


Hening di rumah. Menyambut permulaan libur musim panas untuk para pelajar. Aku duduk tercenung di balkon lantai dua rumahku. Meratapi sunyinya gedung yang kupanggil rumah ini. Andai.. aku punya teman yang bisa kubagi rasa sunyi ini. Setidaknya kurasa akan sedikit bahagia. Ah..


Tiba-tiba, seakan ada yang memainkan alunan sebuah nada di ruangan ini. Moonlight beethoven. Siapa? Siapa yang memainkannya? Kenapa aku merasa sangat mengenali nada ini? Kurasa, bunda, ayah dan Kak Ethan tidak pernah mengakrabkanku dengan nada lagu ini. Kenapa aku merasa sangat familiar? Nada itu... seseorang...


Argggh... kepalaku!! Aku sepertinya ditakdirkan untuk tidak dapat berpikir. Mungkin, berpikir terlalu mendalam tepatnya. Aku merasa kepalaku ini tidak ada gunanya. Dia bahkan tidak mau membantuku untuk keluar dari semua masalah ini.


Aku yakin, ada sesuatu yang terlewat dari ingatanku. Tapi sama sekali tak tahu itu apa. Oh tuhan... kenapa? Kenapa......? aku merasa jadi orang paling bodoh sedunia.


“Ini.....” dingin. Seseorang menempelkan sebuah kaleng minuman ke pipiku. Aku tersenyum lebar. Yah...memang sangat panas cuaca hari ini. Dan agaknya dia mengerti itu. aku perlahan membuka segel minuman tersebut, dan segera meneguk isinya.


“aduuh... senyum juga akhirnya...udah lama banget kamu nggak senyum kayak gini lagi... dan lagi, kak Ethan sepertinya mulai mengikuti jejakmu..? ah.. kenapa kalian begitu pelit untuk tersenyum? Contohlah senyumku yang selalu diobral murah ini... hehe.. “ tanyanya kepadaku sambil tersenyum memamerkan deretan giginya.


Aku tersenyum geli menahan tawa. Ah... dia orang yang selalu sukses membuatku meraibkan gurat-gurat suram di wajahku. Cukup dengan melihat senyum lucunya itu.

“ Vladi.....kenapa kamu itu lucu banget ya? Aku... bahagia bisa kenal orang selucu kamu..” ujarku riang. Vladi menoleh ke arahku dan senyum nakal.

“Eh... aku tidak mau disebut lucu... aku ini tampan mbak.. bukan lucu... kamu yang lucu... mirip badut.. aku mah cakeepp.. hahaha..” gelaknya yang sukses medapat toyoran dariku. Dia kemudian menghentikan tawanya. dan mulai mencoba mengacak-acak rambutku. Dan...tertawa lagi.

“Ah... Vled... kamu menyebalkan! “gurauku kesal.

“Biarin... yang penting cakep..” aku tersenyum mendengar sahutannya. Yah... tak kupungkiri... sepupuku yang satu ini memang lumayan cakep sih.. sayangnya, dia itu sangat sensitive terhadap pujian. Sekali kamu memuji, terbanglah ke langit dia. haha...

Setelah mengobrol cukup banyak hal, kami kehabisan bahan pembicaraan. Dan masing-masing mulai diam. Dan diam ini, membuat beban yang akhir-akhir ini menghantui mulai merasuki diriku. Seseorang....yang memanggilku di kejauhan. Aku mulai memegangi kepalaku yang tiba-tiba sakit. Telingaku seakan berdengung-dengung.

“Val... kamu tidak apa-apa? “ Tanya Vladi khawatir. Aku menggeleng dan menepis perlahan tangannya yang berusaha menyentuhku. Kemudian mencoba tersenyum ke arahnya. Kualihkan pandangan ke arah pematang di halaman belakang rumahku.

“Vladi.... bolehkah kamu jujur kepadaku? Sejak kapan kamu mengenalku sebagai sepupumu?” tanyaku datar. Vladi terhenyak.

“ em... mengapa kamu bertanya seperti itu? baiklah... mungkin sejak aku pertama kali mengenal makna dari sepupu itu..” tuturnya perlahan. Aku terdiam. Benarkah?

“Dan... apakah menurutmu yang membuatku pantas menyandang marga Josephine di akhir namaku?? “ cetusku yang sepertinya tambah membuat Vladi tersudut.

“Aku tidak mengerti maksudmu. kau membuatku bingung, Valerie Josephine.... “

“Apakah aku mirip kak Ethan ? Apakah aku mirip Bunda? Ayah? sedangkan Kak Ethan sangat mirip mereka berdua. Jadi, darimanakah aku berasal? “ cercaku pada Vladi yang mulai gelagapan. Ia seperti menyembunyikan sesuatu. Tolonglah Vladi... berbuat sesuatu untukku..

“ Em.. bukankah tidak aneh jika ada seorang anak yang tidak begitu mirip orang tuanya? Itu hanya factor gen Val.. jadi kau tidak usah khawatir tentang itu.. selain itu, tak sadarkah engkau... kak Ethan  sangat sayang padamu..” tukas Vladi dan menatapku lembut.

“Ingat saat kita baru lulus SD? Waktu aku pernah menakut-nakutimu dengan lipan mainan..? kamu menangis sesegukan saking takutnya... dan aku kapok berbuat begitu, karena setelahnya kak Ethan melempar kepalaku dengan bola basket.. sakit!! “ aku tergelak. Walaupun tidak sepenuhnya puas dengan penuturan Vladi.

‘kamu harus tetap hidup Zelia...  walaupun tanpa aku... maafkan aku... kalau suatu saat, tidak bisa berada di sisimu.. maaf..’

argghh... suara itu lagi.. kepalaku...!!! sakit....! Tuhan... siapa dia? dan siapakah Zelia yang dimaksudnya? aku... aku pusing.... rasanya sangat sunyi.... dan........ segalanya gelap... masih kudengar suara Vladi sayup-sayup di kejauhan.

# # # # #

Dimana....? sekelilingku..rumput...bunga... sebuah tempat yang.. mirip grassland?? Yah.. Terlalu indah untuk sebuah mimpi. Perlahan, kurebahkan diri di hamparan rumput tersebut.

Menatap birunya langit di atas sana. Angin bertiup perlahan, meniup semerbak wangi bunga sampai ke hidungku. Hening... tapi aku suka dengan keheningan yang satu ini.

Kuhirup udara sekuatnya. Seakan tidak rela untuk melepas segala ketenangan ini. Terdengar suara seseorang mendekat ke arahku. Dedaunan yang terdapat di semak belakangku bergesek karena kehadirannya.

Aku duduk dan menoleh ke arahnya. Seorang pria... tampan... mirip dengan pangeran di film Barbie princess yang biasa kutonton.. dia berdiri dan menyandarkan punggungnya di pohon dan membelakangiku. Sama sepertiku,dia diam dan menatap langit.

Dengan penasaran, aku beranjak ke sisinya. Dan berjongkok di dekat pohon tempat ia berdiri. Kuteliti wajahnya yang sepertinya cukup familiar di kehidupanku.

“Hm.....boleh aku tahu, kamu itu siapa? “ tanyaku sambil tersenyum ke arahnya. Dia tetap diam... dan terus menatap langit. Aku mengikuti hal yang sedang dilakukannya. Menatap langit. Menelusuri segala sisi dari singgasana berwarna biru itu.

“Ada apa di langit? “ ujarku yang sontak membuat dia menoleh ke arahku.

“Hhh... kamu tak perlu tahu itu. tapi kurasa, suatu saat kamu akan tahu...” sahutnya kecil sambil tersenyum pahit. Dan...tatapannya, seakan aku telah menyakiti dirinya.

# # # # #

Aku terduduk di kasurku. Mimpi lagi... Tuhan... aku serasa ingin menangis sekarang. Semalam aku sempat bermimpi bertemu dengan dia lagi.. dan.. sekelilingku di penuhi api.. dia berujar agak terbata ke arahku, yang duduk memeluk lutut di depannya, agar aku tetap hidup.

Tak tega melihat dirinya yang dihimpit puing besi. Penuh darah.. Sepasang suami istri juga tergeletak dengan tubuh penuh luka di samping dia. dan lagi-lagi gelap. Ah... gelap.

Kuusap wajahku yang telah penuh dengan peluh. Dan aku tersadar akan sesuatu. Jemari sebelah kananku sedang digenggam oleh kakakku. Ethan tertidur di sisi kasurku sambil menggenggam jemariku.

Kulihat sekilas meja sampingku. Ada kompresan di sana? Demamkah aku semalam? Kuraba keningku dengan telapak tangan kiri. Sepertinya sekarang tidak lagi..

Aku menatap wajah kakakku yang terlelap. Aku tahu pasti, capeknya dia merawat aku semalaman. Kugenggam erat tangannya yang sedang menggenggam jemari kananku. Dan perlahan aku mengelus puncak rambutnya. Aku tahu kalau dia sayang aku.

Sepertinya aku tidak perlu lagi berlebihan mencari ujung dari misteri masa laluku ini. Toh... walaupun aku tidak tahu kebenarannya, dia masih tetap menjadi kakakku. Kakak yang paling menyayangiku. Dan, mungkin itu sudah cukup bagiku.

Ok Val, mulai besok... jalani harimu seperti biasa. Dan kembali menjadi Val yang selama ini orang-orang kenal.

# # # # #

Matahari menyambut pagiku. Ditambah dengan sapaan lembut Bunda, yang membuatku tersenyum saat kali pertama kubuka mata pagi ini.

Ah...semua terasa lebih menyenangkan hari ini. Aku ingin menyambut hari baruku, dan melupakan segala kenangan yang akupun tidak ingat itu apa. Walaupun kenangan itu indah bisa jadi. Kurasa lebih baik mencintai apa yang harus kujalani kini.

“Pagi kak Ethaaan!! Hari ini cerah sekali ya.... secerah wajah kakak..! bersinar teraaangg.. hahaha...” sapaku ke arah Kakakku. Ethan merespon dengan tergelak dan mengacak-acak rambutku.

Waw... sepertinya senyumku bisa menebar energy positif kepada kakak satu-satuku ini.

“Kamu sudah baikan Val? Kalau belum, sebaiknya tidak usah sekolah saja... tapi, kalau kamu memang ingin sekolah aku akan mengantarmu sekarang..” tukas Kak Ethan ke arahku. Aku mengangguk dan tersenyum.

“Thankyoou kakak... ohya, kalau kakak tidak bisa menjemputku tak masalah...aku akan pulang bersama Charis” sahutku sambil mengoleskan selai kacang ke atas rotiku. Kak Ethan mengangguk. Dan kami mulai sarapan kami.

“Hm... kalau bisa, kamu pulang secepatnya ya Val, keluarga kita di undang acara di rumah direktur perusahaan Kiraichi malam ini. Mungkin bunda akan mebawamu ke salon nanti sebentar..” ujar Bundaku yang kubalas dengan anggukan.

“Wah... Val ke salon, bunda? Seperti ini saja sudah cantik kok... aku tak bisa membayangkan adik kecilku ini setelah keluar salon... I wonder...” celetuk Ethan. Wew..kakakku pandai juga memuji.

“Sudah..sudah..sebaiknya kalian lansung berangkat saja. Kamu tak ingin terlambat kan Val? Dua puluh menit lagi kamu akan terlambat..” ujar Ayah. Aku mengangguk dan mengikuti jejak Kak Ethan menuju garasi.

# # # # #

Aku berjalan sambil bersiul di tiap deretan kelas yang aku lewati. Sesekali kusapa beberapa murid yang kutemui di koridor. Mereka dengan riang membalas sapaanku. Hidupku terasa lebih bahagia..

Sampai, seseorang berjalan di sisiku dengan tujuan kelas yang sama. Seseorang yang seakan tidak peduli dengan kehadiranku. Seseorang yang selalu memakai headset saat aku melihatnya. Seseorang yang bisa membuat hidupku suram cukup dengan melihat wajahnya.

“Morning Cleoon... apa kabar? “ sapaku padanya. Dia melirik sekilas ke arahku.

“Not bad.. napa? “ tanyanya balik. Aku menyumpahnya dalam hati. Orang sudah baik-baik mau menyapa, dia hanya membalas dengan memerkan wajah asemnya itu kepadaku? Dasar anak aneh menyebalkan! Aku hanya menggeleng dan tersenyum masam ke arahnya.

Dia mengangkat sebelah alis melihat senyumku. Seakan ingin memberitahukan padaku kalau hal yang kulakukan itu adalah perbuatan bodoh. Aku hanya memeletkan lidahku ke arahnya. Sayangnya tidak tertangkap oleh tatapannya yang telah beralih ke depan.

“aww....Val.. kamu berangkat bareng dengan Cleon? So sweet..” ledek Charis yang menghadangku di depan kelas. Aku menggeleng. Cleon juga membalas Charis dengan *lagi-lagi* pameran wajah asemnya itu.

“ Ketemu di koridor tadi. Terus Cleon yang ngikut-ngikut aku tuh, ke kelas.. entah deh, anak aneh satu itu..” gumamku yang ternyata tertangkap telinga Cleon. Dia menoyor kepalaku.

“ heh! apa-apaan kamu? kamu kira kita saling kenal?? “ serunya kearahku. Aku hanya memeletkan lidah ke arahnya. Dan dia membuang muka dengan angkuhnya. Kemudian berjalan cuek ke arah bangkunya. Aku mendecak sebal.

# # # # #

“ Waah... aurora... ayo, kita berangkat..” ujar Kak Ethan sambil mengulurkan tangannya ke arahku. Aku tersenyum dan tersipu malu. Kemudian menggandeng tangan Kak Ethan. Bunda dan Ayah hanya tersenyum melihat keakraban kami.

Aku memasuki gedung bercat putih itu sambil terus digandeng Kak Ethan. Yap! Gedung itu adalah rumah direktur perusahaan Kiraichi. Pemilik salah satu hotel besar di NYC.

Dan hari ini, Ayahku diundang makan malam untuk sebuah acara di isni. Aku tidak tahu apa pastinya acara tersebut.

“Selamat datang... Tuan Josephine... terima kasih sudah bersedia hadir di acara kami..” ujar Paman Romello Martin yang menjadi tuan rumah malam ini. Para undangan sudah mulai memadati ruangan tersebut.

Kak Ethan mulai meninggalkanku dan bercakap-cakap dengan beberapa partner kerjanya yang datang. Aku duduk sendiri di meja bundar berlapis taplak putih tersebut. Termangu melihat Bunda, Ayah, dan Kak Ethan sibuk dengan teman-temannya.

“Boleh aku duduk di sini? “ tanya seseorang yang kemudian duduk di bangku kosong di sebelahku. Aku mengangguk singkat. Dia tersenyum ke arahku. Hm... sepertinya wajanya mirip dengan seseorang yang aku kenal.

“Namaku Joey Martin. Aku putra bungsu keluarga tuan Martin. Boleh aku tahu namamu?” tanyanya ramah sambil sesekali mengaduk-aduk isi gelas minumannya dengan sendok.

“Aku Valerie Josephine. Putri bungsu tuan Josphine. Senang berkenalan denganmu..” sahutku. Selanjutnya, ia banyak bertanya kepadaku. Yang membuatku akhirnya memiliki teman mengobrol.

Setelah berselang beberapa waktu, kulihat seorang wanita cantik yang sepertinya ibunya mendekat ke arah Joey dan bercakap sebentar dengannya. Aku tidak mendengar jelas percakapannya, yang pasti setelah itu Joey juga pamit dan berjalan mengekori ibunya entah kemana.

Aku mendesah. Dan menopang daguku di meja. Kutatap iri Kak Ethan yang sedang tertawa-tawa bersama teman-temannya di sudut ruangan. Dasar tak setia adik! *whut?* kutolehkan wajah ke dinding kaca sebelah barat rumah Joey ini. Hm... kolam renangkah?

# # # # #

Aku berjalan perlahan sambil menggenggam gelas minuman di tangan kananku. Kuarahkan langkahku menuju kolam renang di sebelah kanan rumah Joey. Kolam renang itu hening. Tak ada tanda-tanda kehadiran orang disana.

Di sisi kolam renang terdapat beberapa bangku dan lampu-lampu tiang yang menerangi. Aku duduk di salah satu bangku yang paling dekat dengan sisi kolam renang. Sambil mengaduk-aduk isi minuman di gelasku.

Ternyata dugaanku salah. Ada yang telah mendahuluiku duduk di sana. Seseorang. Masih dengan headset di telinganya.

Hah....kenapa dia tidak bisa jauh-jauh dari hidupku? Apa sudah takdir, hidupku selalu dihantui oleh dia? sampai saat pergi pestapun aku bertemu dengannya?

Dengan pura-pura tidak tahu akan kehadiran dia, aku duduk di bangku sisi kolam yang berseberangan sambil mengutak-atik I-phoneku. Dan dia masih asyik dengan I-pod dan headsetnya. Kusyuk sekali dia mengdengar lagu itu, sampai menutup mata dan menghayatinya.

“Valerie? “ gumamnya tanpa menoleh ke arahku. Aku mengangkat wajah. Menoleh ke arah sumber suara. Dan menatapnya dengan tatapan bertanya.

“Tak kusangka. Kita bertemu lagi. Kukira cewek sepertimu tidak hobi ikut pesta seperti ini..” ujar Cleon yang tidak kumengerti maksudnya. Menyindirkah dia?

“Aku juga tak menyangka... cowok sepertimu masih mengingat namaku. Aku senang sekali...” jawabku datar. Dia menatap cuek, kemudian mengambil gitar yang disandarkan di sisi bangkunya. Mulai memainkan nada sebuah lagu yang tak kutahu apa.

“Kau kira aku mau bersusah-susah menghafal namamu? Apa manfaatnya bagiku? Bisa membawa keberuntungankah? Tapi, berbahagialah karena aku bisa ingat namamu. Karena... namamu mirip nama seseorang..”

awalnya aku ingin marah mendengar kata-katanya, sampai mendengar perkataan terakhir dia. mirip nama seseorang? Apa maksudnya? Cleon hanya tertunduk seperti menekuri sesuatu.

“Aku tidak mengerti apa maksudmu. Tapi, jangan bilang kalau kamu mau mengatakan bahwa namaku mirip dengan nama hewan peliharaanmu di rumah.” Ujarku cuek. dia tertawa sinis.

“Sayangnya memang begitu. Kamu tahu? Nama kucing di rumahku Falis. Dan aku selalu ingat kamu saat dia melakukan hal bodoh di rumah. Karena kebodohan kalian itu sama” Jawabnya sinis. Aku melotot. Dasar orang tak tahu diri! Seakan dia tahu segala hal tentangku.

Dengan sedikit menghentakkan kaki, aku berdiri dan ingin segera meninggalkan tempat ini. Panas telingaku mendengarkan kata-kata dari setan berwajah Cleon itu.

Karena tak hati-hati, aku tergelincir di lantai ujung kolam. Dan, aku tercebur ke dalam kolam renang itu. And this is the worst part.aku..tak bisa berenang! God,  please... Save my life.

Sekuat tenaga, kukumpulkan segala kekuatan untuk dapat mencapai tepian kolam. Tapi, tambah aku berusaha, tambah menjauhlah aku ke tengah kolam dan tambah berkuranglah kekuatanku untuk mengumpulkan sisa-sisa kehidupan.

Byuur! Cleon menceburkan dirinya ke kolam. Cleon..... walaupun tidak yakin, kuharap dia akan menyelamatkanku. Dan.. ya! Dia berusaha menggapai lenganku yang masih cukup jauh dari jangkauannya. Pandanganku mulai memudar.. jangan bilang kalau... ah! Gelap...

# # # # #

“Val, Valerie...” dengan terbatuk, perlahan aku membuka mataku. Kulihat Cleon menatapku khawatir sambil menepuk-nepuk pipiku. Dia menghela nafas lega saat aku sudah membuka mataku.

“ Sudah kukatakan... kamu memang bodoh seperti Falis. Jangan berlari-lari di lantai kolam renang..., licin bodoh! Masa kamu marah hanya karena aku mengatakanmu bodoh seperti itu? aku hanya bercanda, bodoh! “ rutuknya panjang lebar. Aku hanya tersenyum kecil. Bagaimanapun, aku berterima kasih padanya kali ini.

“Sialan! Aku sudah tenggelam di kolam, dan kamu masih menyumpah-nyumpahi aku seperti ini? Iya...iya...maafkan aku..aku..uhuuk” oh tuhan... tidak.. tiba-tiba badanku panas dingin. Aku terbatuk parah.

Dan.. darah sialan itu mengalir di sudut bibirku. Cleon terlihat panik melihat keadaanku. Lekas dia menyodorkan sapu tangan ke arahku.

“ hm... Cleon, tolong jangan bilang kepada keluargaku tentang ini. Aku tidak mau mengkhawatirkan mereka. Aku hidup saja sudah sangat merepotkan mereka” ujarku yang sepertinya ingin dibantah oleh Cleon. Tetapi ia hanya diam dan mengatupkan bibirnya.

# # # # #

“Val.... kamu..” Kak Ethan ternganga melihat aku yang basah kuyup. Dan Cleon yang berjalan bersisian denganku yang tak kalah basahnya.

“Tidak apa-apa Kakak.. aku baik-baik saja.. hanya saja, tadi ada sedikit insiden saat di kolam renang.” Ujarku riang. Ethan hanya terdiam. Nyonya Jaden menuntunku ke ruangan lain untuk mengganti baju. Sekilas, aku melirik ke belakang. Ke arah Cleon.

Aku merasa aneh melihat tatapan sinis Kak Ethan ke arah Cleon yang sama sekali terlihat tidak peduli terhadapnya. Apa Kak Ethan punya dendam pada Cleon? Kenapa dia seperti ingin mengusir Cleon jauh-jauh dari situ?

# # # # #

Semenjak insiden tersebut, entah kenapa aku dan Cleon menjadi teman dekat. Sangat - sangat dekat. Sampai beberapa orang mengira kami berpacaran. Dan jika telah begitu, serentak sebuah kalimat akan terlontar dari mulut kami.

“Haah?? Pacaran? Dengan orang aneh seperti dia? nggak deh!!!” ujar kami sambil saling melirik. Kemudian membuang muka.

Dan, kurasa Charis akan tersisihkan jika saja aku tidak berteman dengannya sejak SMP. Sayangnya, aku dan Charis telah menjadi sibling yang tak akan terpisahkan. Sekalipun ada Cleon di tengah-tengah kami kini.

“Uh...Val... hm... begini... tolong maafkan aku, jika suatu saat.. aku kurang memperhatikanmu lagi.. em.. maksudku..” Charis menatapku sambil berkata terbata. Aku menaikkan sebelah alisku curiga. Dan tiba-tiba mataku menangkap hal yang aneh. Di jari manis Charis.

“Hm... apa cincin itu penyebabnya?” ledekku iseng. Charis gelagapan. Tertunduk, dan kemudian mengangguk. Aku terdiam melihat wajahnya yang seperti diliputi rasa bersalah.

“Hahahaha.... kenapa kamu harus khawatir tentang itu?? bukankah kita saudara, Charis? Kenapa kau harus takut aku merasa tersisihkan? Jika kamu bahagia, itu akan menjadi kebahagian tersendiri buatku..” gelakku sambil memeluk perempuan manis di depanku ini. Charis balas memelukku dan tersenyum lebar.

“Omong-omong.. kenapa kamu tidak memberitahukanku? Dan... siapa orang yang beruntung itu sist??” tanyaku dengan penasaran.

“Maaf... acaranya betul-betul mendadak... saat ada acara di rumah keluarga Martin itu.. aku juga tidak percaya kalau orang tuaku dan orangtua dia sudah merencanakan ini dari dulu. Dan..orang itu... eng... Fabian” ujarnya yang hampir membuatku tersedak dengan jus jerukku. Hahh? Pangeran es itu? tunangan Charis? Seketika aku tertawa terbahak.

“Charis.... tak kusangka.. padahal aku juga datang ke acara itu.. dan ,musuh bebuyutanmu sejak dulu itu, akhirnya menjelma jadi pangeranmu ya... karma tuh.. hahaha” Charis mencubit pahaku.

Tak berapa lama kemudian, orang yang dari tadi kami bicarakan tiba-tiba menampakkan dirinya di kantin.Dan seperti yang telah kuduga, Charis segera beranjak ke arahnya saat Fabian mengisyaratkan untuk mendekat. Aku hanya tersenyum tipis.

“Hoii... kenapa kamu? ntar kesambet lho... bengong gitu. cemburu ngeliat mereka ya?” seru seseorang yang tiba-tiba sudah duduk di kursi sampingku. Aku terkaget. Nah...anak ini jelangkung apa? Main datang tiba-tiba gitu aja.

“eh... Cleon... bisa nggak sih, lain kali kalau mau datang itu ngasih aba-aba dulu. Jangan kayak hantu gitu dong..” rengutku. Cleon tergelak. O oww.. apa tadi? Buat pertama kalinya dia menjadi anak manis seperti itu?

“Udahlah... nggak perlu cemburu kayak gitu.. masih banyak kok cowok cakep di dunia ini.. bukan Cuma Fabian... daripada kamu mati cemburu di sini, temenin aku main gitar ke taman belakang aja..” Ujar Cleon tiba-tiba sambil menarik tanganku. Aku merengut.

# # # # #

Taman belakang sekolah. Seperti biasa, hening. Aku lansung duduk di ayunan yang ada di situ. Dengan perlahan, kuayunkan ayunan itu dan menjejakkan kakiku ke tanah. Angin berdesir memainkan anak rambutku.

“Oii... cewek... mau ngerequest lagu nggak?” teriak seseorang yang duduk di bangku sampingku. Aku berpikir sekilas untuk kemudian menjawab.

“Bisa mainin chord lagu you’re still the one-nya shania twain nggak? Kakak aku jago lho.. “ gumamku sambil membayangkan kak Ethan terakhir kali memainkan lagu itu di gazebo rumahku.

“Ah... jangan itu dong...mellow banget... ntar terharu yang ngedengerin.. mending, ini aja nih..” tolaknya dan mulai memainkan lagu yang ‘pas’ menurutnya.

I've dreamed of this a thousand times before
But in my dreams I couldn't love you more
I will give you my heart, Until the end of time
You're all I need, my love, my Fabiaaan
...

Tak..! kulempar botol minuman yang tadi kubeli ke kepala Cleon. Sukses membuat Cleon tergelak panjang. Bah! Itu lagu yang nggak mellow kata dia? dasar....! pake ujung-ujungnya nama Fabian lagi..

“ Cleon, sudah kubilang. AKU NGGAK SUKA KAK FABIAN...!! baka baka baka... kenapa sekarang kamu yang bodoh seperti Falis ya?” tanyaku sebal. Cleon hanya meringis sambil mengelus kepalanya.

“Oh... jadi begitu.. berarti.. tatapan cemburu kamu tadi.. karena kamu suka sama Charis? Nggak normal dong? “ gumamnya lagi dengan lebih bodoh. Aku meremas rokku gemas. Dengan kesal, aku merebut gitar Cleon dan mebawanya ke atas pangkuanku.

“Kusita dulu gitarmu yang mengganggu ini. Sekarang, mari kita bergosip saja” tukasku sambil menarik-narik senar gitar Cleon. Cleon manyun.

“Cleon.... kalau menurutku, kamu itu cakep, terus, tinggi.. kenapa kamu tidak ikut klub basket saja? Jangan bilang kamu tidak bisa main basket.. aku sudah memergokimu tiga kali lho, sepulang sekolah..” gumamku sambil memetik asal gitar milik Cleon.

“Boleh... kalau itu maumu.. dan jika dengan begitu, bisakah kau segera mengembalikan gitar itu kepadaku? Dia bisa binasa ditanganmu! “ seru Cleon sambil merebut gitar itu dari tanganku. Aku tergelak.
Cleon kembali sibuk memetik senar gitarnya, membuatku kembali merasa kurang diperhatikan (?). Namun kali ini kuputuskan untuk bergeming dan hanya terdiam menatap sosoknya yang terlihat sangat serius dan menghayati setiap nada yang keluar dari petikan gitarnya itu.

Tanpa sadar, kedua sudut bibirku sedikit tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman tertahan. Kedua bola mataku tidak beralih sedikitpun, terpaku lurus menyimpan potret wajah Cleon yang akhir-akhir ini sering menghabiskan waktu bersamaku.

“Val..... kamu tau lagu ini nggak?” tanyanya sambil memainkan intro sebuah lagu yang kurang familiar di telingaku. Aku mengangkat sebalah alis, berusaha menerka lagu yang tengah dimainkan Cleon.

“Ini lagunya James Blunt , judulnya You’re Beautiful. Lagu ini masuk kategori 100 lagu paling buruk di tabloid The Sun. Terus lagu ini juga masuk dalam 10 besar lagu paling menyebalkan di majalah rolling stone. Tapi nggak tau kenapa, bisa jadi salah satu lagu favoritnya aku” jelas Cleon panjang lebar seraya meninggalkan sebuah cengiran lebar di wajahnya.

“Liriknya kalo didengerin lumayan romantis loh. Maknanya juga lumayan dalem. Terus karakter suaranya James Blunt itu khas banget, jadi ya ga aneh kalo aku suka. coba nih dengerin ya...”

Cleon mulai memetik gitarnya saat melihat anggukan kecil dari kepalaku. Aku kembali hanyut  mendengar dentingan permainan gitar pemuda tanggung didepanku ini. Dan lagi-lagi, kedua sudut bibirku tanpa sadar kembali menyunggingkan sebuah senyum.

There must be an angel with a smile on her face,
When she thought up that I should be with you.
But it's time to face the truth,
I will never be with you.

# # # # #

“Dah Val... aku duluan ya...” pamit Charis kemudian bergegas mengejar Fabian yang telah mendahuluinya. Aku tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya. Perlahan, kututup pintu kelas. Keluar terakhir kali dari ruangan ini, seperti yang biasa kulakukan.

From: EvilCleon
Jangan lupa nonton seleksi tim basket besok ya... kutunggu kamu..
and.., wish me luck!

Pesan yang semalam Cleon kirim ke hpku. Tak kusangka, dia menganggap serius saranku beberapa waktu lalu. Ah...Cleon.

dan karena ini juga, kutolak tawaran Kak Ethan yang berniat menjemputku pulang sekolah tadi. Aku bisa pulang naik taksi nanti.

Lapangan basket terlihat senggang. Hanya di isi oleh beberapa anak basket dan pelatih. Dan memang tampak pelatih mulai melakukan penilaian.

Tak bisa kupungkiri. Pose Cleon sangat cool saat ini. Dengan seragam basketnya, ia bergerak lincah mendribble bola ke ring. Empat kali triple shoot dalam seperempat jam. Aku masih menerka-nerka , apakah pelatih masih akan tega tidak memasukkannya ke tim.

“Hm... hasil akhir yang telah didapatkan... saya memutuskan, murid kelas 10 yang masuk tim basket adalah... Donatello, Lee, Jonathan dan... Cleon..” ujar pelatih.

Don dan Nathan bersorak. Cleon hanya tersenyum tipis dan menghela nafas lega. Dari delapan orang kandidat yang diseleksi, empat orang yang terpilih masuk Tim.

“Kyaaa...~ Cleon...! Congraaat...!! yo yo man! “ teriakku dari tepi lapangan sambil berlari-lari dan melempar botol air mineral ke arahnya. Cleon tertawa kecil, dan menyambut lemparanku. Dia mengusap wajahnya yang telah basah oleh keringat.

“Wah...enak ya.. yang punya orang yang merhatiin... derita jomblo nih..” gumam Don yang sukses mendapat toyoran dari Cleon. Don tertawa, kemudian merebut botol air mineral Cleon, dan meneguk isinya yang tinggal setengah.

# # # # #

“Val? Kamu tidak dijemput?” Tanya Cleon kearahku yang tengah berjalan perlahan menuju gerbang sekolah. Aku menggeleng.

“Aku sudah bilang pada Kak Ethan akan pulang sendiri. Kan aku janji bakal nonton basket kamu hari ini..” jawabku sambil tersenyum. Cleon menatapku dan tampak berpikir sejenak.

Kemudian, dia mulai memakaikan helm ke kepalanya.
‘plukk’ Cleon melempar helm lainnya ke arahku. Aku menerimanya dengan heran.

“Pakai. Aku akan mengantarmu pulang.”

“Tapi... rumah kita kan tidak searah...” tuturku tak yakin.

“Sudahlah... toh, kamu pulang sendiri juga karena aku kan? Anggap saja ini balasannya” aku masih tidak yakin.

Bukan. Bukan itu. Sebenarnya yang lebih kukhawatirkan adalah dia. apa dia tak sadar, Ethan tidak begitu menyukainya?

Tapi, kuikuti juga perintahnya untuk segera duduk di boncengan daytona putihnya. Perlahan, kukenakan helm.

“ Val, pegangan. Aku tidak mau dimarahi kakakmu karena kamu pulang dengan keadaan lecet..” aku lekas berpegangan pada bumper *?* daytonanya. Dia tertawa kecil.

“Bukan itu maksudku...” jelasnya sambil meraih tanganku dan melingkarkannya di pinggangnya. Aku patuh saja.

Jujur, aku tidak merasakan hal aneh yang berdesir di hatiku, atau apaalah namanya.. malah, aku merasa memiliki seseorang yang menjelma menjadi Kak Ethan dua di hidupku. Dan, aku sangat bahagia untuk itu. Aku sayang Cleon.

# # # # #

Uhh.. aku tak menyangka, Kak Ethan sudah berdiri di teras rumah menungguku kembali dari sekolah. Dia menatapku sambil melipat kedua tangannya di dada. Pandangannya beralih ke arah orang yang mengantarku. Tatapan datar.

“Siang kak, saya Cleon Terrence... teman sekelas Valerie. Salam kenal ” ujar Cleon ke arahnya sambil melemparkan senyum lebar. Ethan tetap bertahan dengan pose datarnya itu. Aku mendesah pasrah. Kemudian dengan isyarat aku menyuruh Cleon segera berlalu saja.

“Kamu.... siapa namamu?” Tanya Kak Ethan tak lama kemudian. Kami serentak menoleh ke arahnya. Tak menyangka Ethan bakal angkat bicara.

“Cleon..” jawab Cleon pendek.

“Aku ingin bicara denganmu kapan-kapan” tutur Kak Ethan, dan... tersenyum! Ya. Tersenyum..! aku tak menyangka. Walau itu hanya senyum tipis

“Dengan senang hati kak.. sekarang, aku pamit dulu. Dah Valerie..” ujarnya sambil melambai ke arahku yang tersenyum.

# # # # #

Hari ini hari minggu. Tapi aku sibuk sendiri di rumahku. Kenapa? Karena siang ini mama mengundang keluarga paman Romello Martin untuk lunch di rumahku. Biasalah... masalah perusahaan.

Mungkin Kak Ethan juga akan terlibat pembicaraan serius nanti. Dan kali ini Charis juga datang untuk membantu di rumahku. Maklumlah... ada Fabian Martinnya yang juga akan datang nanti.

“Charis, kamu mandi saja sana! Aku udah siap dari tadi. Bukankah kamu nanti akan jumpa dengan Fabian? Malu dong kalau kamunya bau asem! “ ujarku sambil mendorongnya ke kamar mandi di kamarku. Dia beranjak dengan malas-malasan.

Setelah sukses menyuruh Charis mandi, aku berjalan perlahan dan duduk di kursi balkon kamarku. Menatap ke arah luasnya langit biru yang tak berujung. Menghirup segala kebahagian yang mengambang di udara.

Otakku mulai bekerja. Memutar sebuah film yang sepertinya telah lama terbenam di dalam tumpukan memoriku. Seakan kini aku tengah menyelami masa lalu seseorang. Pikiranku melayang. Mengingat segala kenangan yang kini berebut keluar.

- - - In Val’s Imagine - - -

“Zandra... tunggu aku...!” teriak seorang gadis kecil berambut ikal sambil berlari-lari mengejar bocah sebayanya.

“ah.. Zelia lelet.. kejar kalo bisa... aku malas nungguin anak lelet..” jawab sang bocah. Sang gadis mengerucutkan bibirnya dan menatap si bocah lelaki dengan kesal.

“kamunya naik sepeda ih.. gimana nggak cepat..!” teriaknya sebal. Sang bocah yang diteriaki gadis tadi hanya tertawa kemudian mempercepat laju sepedanya.

“Kalau gitu, aku duluan deh ya... dah Zelia!” ujarnya sambil berlalu meninggalkan sang gadis kecil yang menatapnya sebal di kejauhan.

Sang gadis kecil berjalan ke arah yang berlawanan dari si bocah dengan langkah tersaruk. Terlihat matanya yang mulai sembab karena menangis.ya! perlakuan anak lelaki tadi memang pantas membuatnya menangis. Siapa yang tidak marah diperlakukan begitu?

Dan akhirnya, si gadis kecil sampai ke taman komplek rumahnya. Duduk di salah satu bangku di bawah pohon dekat kolam kecil. Tangisnya makin menjadi-jadi.

“Zandra jahat! Padahal aku udah nemanin dia ke lapangan untuk bermain. Tapi dia membiarkan aku pulang sendiri! Akan kulaporkan pada mama! Zandra jahaaat!!” raung sang gadis sambil tergugu.

“oh... kamu kabur kesini toh..” sang gadis menoleh ke arah sumber suara. Si anak lelaki yang kini tengah berdiri di sampingnya. Sang gadis membuang muka.

“euh... masih marah ya? Aku kan bercanda.. jangan dibilangin ke mama dong.. tadi waktu aku liat kamu nggak jalan ke arah rumah, aku kan lansung kejar kamu Zelia... maafin dong..” tutur Zandra sambil memelas.

Zelia, nama si gadis kecil , tetap tidak menjawab.

“nih...” ujar Zandra sambil menyadorkan ice cream ke arah si gadis yang berbinar melihatnya.

“tapi maafin aku ya...??” Tanya Zandra memelas. Untuk kemudian dibalas oleh anggukan Zelia. Zandra tersenyum lebar dan mengacak-acak rambut Zelia yang sibuk dengan ice creamnya.

# # # # #

Aku terhenyak. Siapa gadis itu? kenapa aku merasa sangat kenal dengan gadis itu? tapi kapan??

Dan... bocah lelaki tadi... dia mirip sekali dengan orang itu! ya.. orang yang sering masuk ke dalam mimpi-mimpiku. Pangeran berwajah tampan itu...! ah... kenapa aku tiba-tiba sibuk dengan masalah itu lagi?? Lupakan Val. Sekarang ada hal yang lebih penting untuk kau urus.

Dengan setengah hati, aku beranjak ke lantai dasar bersama Charis. Menyambut kedatangan keluarga Martin. Tuan Romello Martin, nyonya Jaden, kak Fabian, kak Tara,  dan Joey. Ayah menjabat tangan paman Martin, dan mengajaknya sekeluarga masuk ke dalam.

Aku berdiri di antara Kak Ethan dan Charis. Menyambut kedatangan mereka dengan senyum tersungging. Dan seperti yang diduga, Fabian kaget melihat kehadiran Charis di sini. Jangan-jangan dia mengira aku sepupuan dengan Charis lagi!

“Charista Donner? “ ujarnya tak menyangka. Aku dan Kak Ethan tergelak.

“Bukan Fabian! Dia ini Angelina Jolie... mungkin kamu salah lihat!” seruku iseng yang membuat Fabian makin mengerut. Kami tambah tergelak. Tapi tidak lama, karena Charis segera menggandeng Fabian dan mengajaknya ke meja makan.

“Val, kamu main sama Joey saja sana! Aku, ayah, bunda, paman Martin dan yang lainnya bakal membahas masalah perusahaan nanti. Ntar kamu Cuma bengong aja.. kasian..” tukas Ethan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aku mencibir. Aku tau Kak Ethan ada maksud mengejekku yang ‘masih anak-anak’ menurutnya.

“Boleh... tapi aku pinjam gitarnya ya!” teriakku saat Kak Ethan sudah duduk bersama yang lainnya di meja makan. Tentu saja dia tidak bisa menjawab tidak saat itu. haha, Rasain!

# # # # #

Aku duduk di tepi kolam renang sambil memangku gitar kesayangan Kak Ethan di pahaku. Memasukkan kedua kakiku kedalam air. Pose yang paling menyenangkan!

Kupetik senar gitar putih tersebut. Kenapa sepertinya Kak Ethan sangat menikmati sekali permainan gitarnya? Apa yang istimewa dari gitar itu? oh ya, omong-omong tentang gitar, aku jadi ingat seseorang yang sering mengusiliku dengan gitar bodohnya.

Cleon. Padahal baru kemarin aku bertemu dengannya, tapi jujur.. sekarang aku kangen berat dengan dia. bahkan mungkin tak ayal, aku menginginkan kehadiran dia di sini. Mengatakan bahwa permainanku ini bodoh, kemudian merebut gitar ini dan memamerkan permainan gitar dia dengan gaya sombongnya.

“Bukan begitu cara memainkannya Val.. “ ah. Baru saja aku menghayalkan seseorang mengatakan kalimat itu kepadaku.

“Sinikan gitarnya” pintanya ke arahku. Aku hanya menurut saja. Si cowok ini mulai memetik gitar Kak Ethan dan memainkan sebuah nada.

“Kamu tidak ikut makan siang, Joey?” tanyaku ke arahnya. Dia menggeleng.

“Kamu sendiri?” aku juga menggeleng. Memang bukan hobiku makan siang atau makan kapanpun. Kecuali kalau aku memang sudah lapar berat.

“Hm... Val... kamu...... ng.... sakit ya?” aku sontak menoleh ke arahnya. Mengapa ia memberikan pertanyaan aneh itu?

“Sakit? Sakit apa maksudmu..?” sahutku heran.

“Maaf.... aku sempat melihat saat kejadian di kolam waktu itu.. sebaiknya kamu ke dokter Val.. aku khawatir itu akan tambah parah” ujarnya khawatir. Aku menggeleng.

“Tidak ah.. aku malas ke dokter. Aku tidak apa-apa kok Joey. Saat itu, mungkin saja efek samping dari minum air kolam rumahmu..” tukasku sambil tertawa kecil. Dia tersenyum tipis merespon jawabanku.

“Selain itu, aku belum siap kalau dokter memvonis yang macam-macam nanti. Padahal, menurutku aku baik-baik saja..” lanjutku lagi. Joey mendesah, dan tetap memainkan gitar putih itu. aku dan dia sama-sama diam, menatap gelombang-gelombang kecil di permukaan kolam renang di depan kami.

“Joey.. kamu pandai juga main gitar. Em..kamu punya lagu favorit nggak waktu mainin gitar? Coba mainin, aku pengen dengar.” Tukasku penasaran sambil menatap ke arahnya. Dia mengangkat sebelah alis, dan terlihat berpikir.

“Serius? Pengen dengar? Tapi jangan ketawa lho ya.. ini lagu udah lumayan jadul. diajarin kakakku waktu aku kecil, tapi aku suka banget sama liriknya..” tuturnya dan mulai memainkan sebuah accord lagu yang sempat membuatku penasaran itu.

The smile on your face lets me know That you need me
There's a truth in your eyes saying you'll never leave me
The touch of your hand says you'll catch me Whenever I fall
You say it best When you say nothing at all
.. ( Ronan Keating – When You Say Nothing at All)

Aku suka lirik lagu ini. Walaupun jujur, aku tak sepenuhnya mendengar permainan gitar Joey. Pikiranku masih melayang ke anak yang ada di bayanganku tadi. Anak laki-laki itu. yang sedang berlari di ikuti oleh gadis kecil tadi.

Tampak senang sekali, berlarian sambil tertawa-tawa, ditonton oleh kedua orang tua mereka yang memandang mereka bahagia. Dan aku sedang menatap mereka dari kejauhan. Ikut tersenyum.

“Val...Val..? kamu tidak apa-apa?” Joey menggoyang-goyangkan tangannya tepat di wajahku. Aku tersadar, kemudian mengangguk.

“Kamu senyum-senyum sendiri tadi. Aku tau, kamu suka dengan lagu itu, tapi... senyumnya ntar aja deh ya.. aku nggak mau berteman dengan orang yang suka senyum-senyum sendiri..” aku mendelik. wah.. sepertinya Joey mulai tertular stresnya Cleon. Oh Cleon.. Raja stress yang paling ngangenin.

Aku hanya tertawa kecil dan menatap langit. Tentang langit, masih ada satu rahasia yang belum terjawab. Pertanyaanku untuk cowok di mimpiku itu. ada sesuatu apakah di langit?

“uhuk..uhuk..” aku meremas perutku kuat. Rasa sakit itu datang lagi. Dan tampaknya ini lebih parah. Ingin rasanya kumuntahkan seluruh isi perutku. Darah mulai berceceran di celah-celah jemariku.

“Aku tidak apa-apa” tepisku saat Joey ingin menyentuh tanganku. Aku mulai sibuk sendiri mengelap jariku dengan sapu tangan yang biasa kubawa.

“Kamu yakin..?” Tanya Joey khawatir. Aku mengangguk, tapi tak lama kemudian ambruk. Kuremas dadaku kuat. Sesak sekali rasanya. Seakan jantungku ingin pecah saat ini juga.

“Tak ada alasan lagi. Ikut aku ke dokter sekarang. Atau kamu akan kulaporkan pada keluargamu, biar mereka yang akan membawamu.” Aku menatap pasrah ke arahnya. Kemudian mengangguk terpaksa.

# # # # #

Dari zaman ke zaman memang begini sepertinya keadaan rumah sakit. Hening, sunyi dan... menyimpan sejuta harapan orang- orang yang berada di sana. yah begitulah kira-kira.

Aku dan Joey berjalan bersisian menuju ruangan medical check-up. Joey menunggu di luar ruangan. Dan aku, dengan beribu prasangka masuk ke dalam ruangan putih-putih itu ragu.

# # # # #

Kanker hati. Ya, penyakit itu yang merasuki tubuhku. Yang membuatku akhir-akhir ini tak berdaya. Dan, tahukah kamu? aku tidak menyangka, hidupku akan sependek ini.

“Valerie... maaf...” aku terpaku menatap lantai rumah sakit. Joey menatapku kasihan. Yah, untuk kali ini aku memang pantas dikasihani. Tidak sampai dua bulan lagi aku masih bisa melihat bintang di balkonku saat malam menjelang.

Dan sekarang... aku rindu Ayah, Bunda dan Kak Ethan. Takut. Sampai kapan aku masih diberi kesempatan melihat senyum mereka? Setidaknya, beberapa saat setelah Joey mengajakku pulang.

# # # # #

Kubolak-balik album foto itu. foto-foto saat aku dan Kak Ethan SD terpampang di sana. Berusaha sekuat mungkin, menutupi masalah yang tengah melandaku. Tidak. Aku sama sekali tidak berniat sok kuat. Hanya saja, aku tidak ingin ada orang yang mengkhawatirkanku. Dan kurasa, aku tidak butuh orang-orang mengkhawatirkanku.

Dan...kerinduan tak beralasan itu datang kembali. Tapi kini pada orang yang berbeda. Aku rindu Cleon. Aku rindu senyumnya.

“Halo...? Val...?? kenapa? em.. bisa... tunggu sebentar ya, aku akan ke sana.” Klik. Telepon dimatikan. Bergegas kuturuni tangga rumahku menuju lantai dasar.

“Bunda.. aku pergi ya...nggak lama kok..Cuma jalan-jalan bentar aja.” Ujarku pada Bunda yang tengah membereskan ruang tamu dibantu pembantuku. Bunda mengangguk. Perlahan, aku membuka pintu depan. tapi lekas berbalik kembali. Kupeluk Bunda yang keheranan karena tingkahku. Cukup lama. Sampai Bunda berujar ke arahku.

“Val... kenapa? Kamu aneh sekali hari ini..” aku menggeleng dan tertawa riang.

# # # # #

Cleon menatapku heran. Sudah setengah jam kami duduk di kedai es krim ini, tapi belum ada yang mulai berbicara. Tepatnya aku tidak menyahut apapun yang dikatakan Cleon. Hanya mengangguk atau menggeleng.

“Val... sebenernya, kenapa kamu ngajak aku ke tempat ini? ada sesuatu yang mau kamu omongin?” Tanya Cleon hati-hati. Aku tersenyum.

“Um..... kamu punya tempat favorit nggak?”

# # # # #

“Waaaaahhh.... ini indah sekali Cleon...!!” teriakku sambil lompat-lompat histeris di atas hamparan rumput itu. Cleon tersenyum dan mengacak-acak rambutku. Aku berdiri terpaku di tempatku. Tak berkedip menatap sekelilingku. Hamparan bunga di atas bukit...!

“Aku tak tahu nama asli tempat ini apa, tapi ini tempat favoritku dan seseorang sejak dulu. Kami menamakan tempat ini Bukit bintang. yah... walaupun mungkin lebih cocok disebut padang bunga ya..” tukasnya kemudian mulai merebahkan tubuhnya di atas rerumputan itu. Aku mengikuti gerakannya.

“Kamu tahu Val...? di tempat ini, aku dan dia dulu sering tersenyum menatap langit dan meneriakkan segala harapan kami. Berharap bintang akan mendengarnya. Seperti... yah, salam rindu kami untuk orang tua kami yang dulu jarang ada di rumah. Dan, sepertinya bintang benar-benar menyampaikannya.” Tutur Cleon panjang lebar sambil tersenyum tipis.

Kemudian Cleon menarik nafas panjang, dan terdiam lama. Aku menatapnya, memintanya untuk melanjutkan ceritanya.

“Lalu Cleon...? aku ingin tahu, kenapa kalian menamai tempat ini bukit bintang..?? “ tanyaku dengan mata berbinar penasaran. Cleon tersenyum. Dan mendesah lagi.

“Suatu saat, aku akan mengajakmu ke sini saat malam. Kamu bisa melihat panorama sejuta bintang dari sini. Dan, kamu boleh memilih bintangmu nanti.. sama seperti yang biasa dia lakukan dulu..” Cleon terpekur menatap langit. Angin berhembus, memainkan anak rambutnya. Cleon terdiam, seperti meyimpan sesuatu. Aku menatapnya sedih.

Kualihkan pandanganku ke sebelah kananku. Ada sebuah pohon besar di sana. Dan.. sebuah ayunan tua. Mungkin, itu juga tempat bermainnya Cleon dan ‘dia’ dulu? Ahh.. sepertinya Cleon sangat menyangi orang itu. Aku bahagia sekali, andaikan Cleon bisa bertemu lagi dengan seseorang itu.

“Dan... aku ingin tahu Val. Kenapa kau tadi seperti orang yang sedang ditimpa masalah? Ada apa denganmu Val? Kamu ada masalah...?” tanya Cleon mengalihkan pandangan ke arahku. Aku tersenyum, dan menggeleng.

“Aku tidak yakin.. ini bisa disebut masalah..... hanya saja, sekarang aku sedang rindu akan seseorang.. yang, aku juga tidak tahu pasti siapa dia..” ujarku kecil. Cleon menatapku penasaran.

“Siapa orang itu? sepertinya sangat berarti buatmu ya??”

“Hm.....aku tidak tahu. Ahh.. itu bukan masalah, sebenarnya. Aku hanya rindu pada dia. ya... aku rindu Zandra..” gumamku secara tidak sadar. Mata Cleon membulat.

“Kamu... kamu bilang apa tadi??” tukasnya yang refleks mendesak wajahku untuk menoleh ke arahnya. Aku menatapnya heran.

“Bukan apa-apa.. sesuatu yang.....tidak penting..” lanjutku. Cleon sepertinya tidak puas dengan jawabanku. Tapi ia hanya bungkam. Menyimpan sejuta penasarannya.

# # # # #

Aku termenung menatap langit-langit kamarku. Kenapa tadi aku mengatakan itu? apa maksudku mengatakan kalau aku rindu Zandra? Padahal setauku aku tidak pernah bertemu lansung dengan Zandra. Dan aku juga tidak tahu siapa dia sebenarnya. Aku hanya pernah menemukan dia beberapa kali di dalam memoriku.

Dorongan kuat dari dasar hatiku, membuatku lagi-lagi membuka laci meja itu. mengambil selembar foto yang ada di sana, dan mendekapnya dengan kedua belah jemariku. Rasanya seperti melihat diriku yang berada di dalam foto ini.

Dan entah mengapa, tiap usai kutatap foto ini, segala kerinduan yang merayapi hatiku lepas begitu saja. Tanpa kumengerti bagaimana.




 Kamu tahu? Aku mendapatkan foto ini di dalam lemari berkas perusahaan milik bunda. Tersimpan rapi di dalam sebuah map rumah sakit. Yang kutahu, itu adalah rumah sakit besar milik keluarga Vladi. Paman Andrian adalah kepala rumah sakit di situ. Yang kuherankan, kenapa ada foto itu dalam berkas perusahaan? Kenapa bunda sengaja menyimpan foto itu?

Tanpa sepengetahuan bunda, aku mencuri foto ini dari sana saat di suruh merapikan lemari itu. Satu lagi. Di sudut kiri foto, tertera bahwa dua bayi itu adalah anak tuan Robert. Setiap melihat nama itu, aku teringat pada dua anak kecil dalam memoriku. Entah mengapa.

# # # # #

Dengan setengah berlari, aku menuju tempat yang biasa kududuki di tempat ini. Entah aku sedang bermimpi atau apa, aku cinta mati dengan tempat ini. Tempat yang jauh lebih dulu kukenal sebelum bukit bintang. padang rumput.

Seperti yang kuharapkan, aku bertemu lagi dengan pangeran itu. dia menoleh saat kupanggil. Dan, dia tersenyum! Aku hampir membeku saat itu. waww... dia sangat tampan saat tersenyum. Walaupun hanya sekejap sih..

“Kamu siapa sebenarnya? Kenapa kita sering sekali berjumpa ya? Tolong bilang dong... ” tanyaku memaksa.

“Sesuatu di langit itu..... kamu sudah tau apa?” tanyanya balik tanpa menjawab pertanyaanku tadi.

“Aku tidak tahu. Tapi, seseorang sempat menceritakan tentang langit padaku. “ jawabanku, sontak membuatnya tersenyum puas.

“Jadi, setidaknya kamu sudah sedikit tahu....tapi, apakah kamu betul-betul tidak ingin berusaha untuk tahu lebih jauh lagi? Aku... aku ingin kamu kembali lagi ke dalam kehidupanku.. ahh..”

# # # # #

Sudah empat hari ini aku absen ke sekolah. Penyakitku tidak bisa diajak kompromi. Dan tentu saja, aku sama sekali tidak memberitahukan kepada keluargaku tentang penyakitku. Aku hanya mengatakan pada mereka, kalau aku tidak enak badan.

Padahal, sekuat tenaga aku berusaha menyimpan rasa sakit ini. Agar tidak diketahui seorangpun di keluargaku. Dan semua berjalan baik-baik saja. Setidaknya, untuk dua bulan terakhirku.
Hm.. sudah dua kali, aku check in ke rumah sakit bersama Joey. Tentu saja secara diam-diam. Walaupun aku tahu, cepat atau lambat keluargaku akan tahu tentang penyakitku. Secerdik apapun aku menyimpan rapat-rapat tentang rahasia terbesarku ini.

From: EvilCleon
kapan kamu kembali ke sekolah, Val? Di sekolah sepi sekali.....
oh ya, aku akan ikut turnamen basket dua minggu lagi.
Sekarang aku sangat sibuk latihan..
jadi maaf kalau belum sempat menjengukmu...
get well soon... ;)

Aku tersenyum membaca short messege darinya. Kukira dia sudah lupa padaku. Ternyata tidak. Pastinya, empat hari tanpa Cleon sangatlah membosankan bagiku.

# # # # #

“Ethan, Val, bunda dan ayah berangkat dulu... jaga diri kalian baik-baik! selama seminggu kedepan, James dan Ray akan membantu kalian di rumah...” tukas bunda.

Bunda dan ayahku akan berangkat subuh ini ke Prancis selama seminggu untuk urusan bisnis. Kami akan tinggal bersama dua asisten ayah selama seminggu kedepan.

Aku mengangguk dan melambai ke arah ferarri hitam yang mulai berlalu itu. Tinggal aku dan Kak Ethan yang berdiri di depan pintu rumah kami. Kak Ethan melirik ke arahku. Aku masih menatap lurus, ke arah jalanan yang telah sepi. Sebenarnya, kalau boleh meminta, aku ingin tidak ada yang pergi dari sisiku. Setidaknya untuk dua bulan ini.

“Val.. ayo masuk kedalam. Kamu akan kedinginan kalau terus berdiri disitu. Kamu sedang sakit kan?” ujar Kak Ethan kemudian menarik lenganku untuk masuk. Aku hanya menurut saja.

“Sekarang, makan dulu. Hari ini tidak usah masuk sekolah saja kalau belum baikan.” Kak Ethan mulai merapikan dasinya. Aku tau, ini pertanda kalau Kak Ethan akan ikut rapat perusahaan hari ini. Dan artinya, aku akan sendiri di rumah.

“Jangan pergi kakak.... tolong..jangan pergi...” tuturku sambil menatap memelas ke arah Kak Ethan. Kak Ethan menatapku heran.

“Iya... kakak tidak akan jauh-jauh dari sisimu kok.. tenang saja Val” sahut Kak Ethan sambil tersenyum lebar yang kubalas dengan tersenyum pahit.

# # # # #

Rumah sepi. Kak Ethan pergi ke kantor, sesaat setelah aku masuk kamar untuk mandi. Tak kehabisan akal, kukenakan seragam sekolah berbalut jaket abu-abu. Aku tahu, beberapa jam lagi sekolah akan usai. Dan itu yang kutunggu. Aku ingin bertemu mereka.

Tanpa memberitahu dahulu kepada dua asisten bunda, mobil swift putih milik bunda kusetir sendiri ke sekolah. Dengan keadaan badanku panas dingin dan kemungkinan besar akan limbung sewaktu-waktu. Tapi aku tak peduli. Toh, kalaupun tidak ketabrak, hidupku juga bakal tidak begitu lama lagi.

# # # # #

Sekolah sunyi. Tidak kutemukan sosok Cleon di sana. Tidak pula dengan Charis. Walaupun masih cukup banyak murid yang berlalu lalang, yang kucari hanya keberadaan dua orang itu. kutanyai seluruh murid kelasku yang kebanyakan menjawab tidak tahu.

“Hm... Cleon?? Dia sudah izin dari jam kedua tadi.. sepertinya akan turnamen basket.. hari ini kan tanding untuk tingkat kota. Charis? Aku tidak tahu....” ujar salah seorang murid perempuan di kelasku. Segera, kuarahkan kemudi mobilku menuju gedung olahraga di tengah kota.

# # # # #

Mobilku memasuki pelataran Gedung olahraga itu. Kututup pintu mobil perlahan. Saat akan melangkah masuk ke dalam gedung itu, hpku berdering keras.

Ada panggilan masuk tertera di layar hp-ku. Awalnya tidak begitu kupedulikan. Sampai kusadari, kalau ternyata nama kakak lelakiku yang tertera di sana.

“VAL!! Kamu dimana?!?? Kenapa menyetir sendiri?? Ray menelponku tadi, kamu tidak minta izin padanya saat keluar dari rumah. Membawa mobil bunda lagi! Aduh...dik.. aku khawatir sekali,, tolong pulang sekarang ya...!” seru Kak Ethan. Terdengar nada khawatir dari suranya. Aku tercekat. Beberapa langkah lagi sebelum aku bisa bertemu dengan Cleon...

“Tapi kakak..aku...aku”

“Tolonglah Val... pulang ya? Demi aku.. kumohon... aku takut kamu kenapa-napa” ujar Kak Ethan dengan suara memelas yang membuatku luluh.

“Baiklah kakak... maaf sudah membuat khawatir kakak... aku tahu kakak sedang sibuk sekarang, terima kasih sudah sempat mengkhawatirkanku..” dan klik. Panggilan kuputuskan.

# # # # #

Seperti yang telah kuduga. Sesampaiku di rumah, James dan Ray telah menungguku di depan teras. Dengan ekspresi gemas, mereka merepetiku habis-habisan. Aku hanya mengerucutkan bibirku dan pasang muka tak bersalah.

“Uncle... aku kan hanya ingin menonton turnamen basket.. masa’ tidak boleh?” sanggahku ngotot membenarkan kelakuanku.

“Kamu bisa menyuruh kami mengantarmu. Tidak dengan menyetir sendiri begitu. Kamu kan sedang demam... kalau kambuh nanti bagaimana?” sela James menegurku.

“Tapi... aku tidak ingin merepotkan kalian. Ah..Sudahlah. Toh, aku sudah kembali. Maafkan aku kalau begitu... aku tidak akan mengulangi lagi..” tuturku sambil menunduk.

“Baiklah... tidak masalah buat kami. Sekarang makan siang dulu. Jangan lupa minum obatmu setelah itu..” sahut Ray lalu tersenyum. Aku balas tersenyum dan mengangguk.

# # # # #
Setelah selesai menghabiskan makan siangku, aku bergegas ke atas. Saat melewati kamar Kak Ethan, langkahku terhenti. Tumben, pintu kamarnya tidak tertutup? Dengan sedikit mengendap-endap, aku masuk ke kamar bernuansa hijau itu.


Seperti biasanya, kamar itu tertata rapi. Dengan beberapa furniturenya yang bisa dihitung dengan jari. Aku duduk di atas kasur Kak Ethan. Melihat-lihat ke sekeliling kamar tersebut. Hm.. selera kamar yang bagus untuk seorang cowok. Rapi lagi..


 Dua lemari besar tertata di sudut kamar. Kutebak salah satunya adalah lemari sepatu dan dasi kepunyaannya. Kalau tidak, dimana dia bisa menyimpan koleksinya yang sebanyak itu? sebuah Tv, computer, cd player, ac, Telpon dan.. kamar mandi. Wah... ternyata kamarku tidak lebih simple dari kamar kakak satu-satuku ini. Barang-barang kamarnya sangat sedikit dibandingkan aku.


Kualihkan pandanganku ke arah lemari buku kecil di dekat meja TV. Ada beberapa buku di sana. Salah satunya, sebuah album foto besar. Dan seperti biasa, aku tidak bisa menahan sifat penasaranku untuk tidak mengambil album itu dari tempatnya.
Lembaran pertama album.

Terlihat saat aku baru pertama kali masuk SMP dan Kak Ethan baru saja masuk SMA. Dan tentu saja, wajah Bunda dan Ayah lima tahun yang lalu. Aku tersenyum membayangkan saat-saat itu. saat aku mulai memasuki fase dimana aku dipanggil remaja.





Saat itu, aku ingat bagaimana senyum Charis sewaktu menyambut uluran tanganku di sekolah. Dengan malu-malu mencoba berkenalan dengannya. Saat Kak Ethan belum diizinkan mengendarai mobil ke sekolah. Setiap hari kakakku itu menungguku di depan gerbang dengan cagiva merahnya. Kuakui, aku rindu saat-saat itu. kubalik lembaran selanjutnya.

                    







 
 







Apa ini? Aku perlu penjelasan. Secepatnya. Kupanggil nomor seseorang yang ternyata masih tidak aktif sampai detik ini. Tanpa membuang waktu, aku bergegas mencari cara untuk kabur dari dua asisten orang tuaku itu.

# # # # #

Terpaku aku berdiri di teras rumah besar ini. Ragu untuk sekedar mencoba mengetahui apakah penghuninya ada di dalam. Akhirnya kupaksakan juga jemariku untuk memencet bel. Tak lama berselang, keluar seorang wanita muda cantik. Tersenyum ramah padaku.

“Hm... aku teman sekelas Cleon tante... bisakah aku bertemu dengannya..?” tanyaku. Wanita di depanku tampak berpikir sejenak.

“Ng...Cleon belum pulang dari tadi. Tapi, sepertinya ia akan pulang tak begitu lama lagi. Kamu tunggu saja di dalam nak...” sahut sang wanita kemudian mempersilahkanku untuk masuk. Dengan canggung, aku masuk juga ke dalam rumah beraksitektur eropa itu. uufft.. ibu Cleon begini ramahnya. Kenapa bisa punya anak seperti itu ya??

“Duduk dulu. Kamu temani tante ngobrol saja... akhir-akhir ini sepi sekali di sini.. oh ya, sebentar. Kamu mau minum apa? Biar disiapkan”

“Terserah tante saja.. asalkan tidak merepotkan tante..” jawabku.

“ Prisca, tolong bawakan segelas jus dingin ya..”

“Baik nyonya..” sahut seseorang bernama Prisca itu.

“Nyonya... nyonya Eve datang berkunjung.. sekarang beliau sedang di ruang tamu..”

“Nak, kamu bisa tante tinggal sebentar ya? Ada sedikit urusan sebentar..” aku mengangguk.

Sepeninggal ibu Cleon tersebut, aku duduk dan melirik ke meja di sampingku. Meja yang penuh dengan koleksi foto-foto keluarga Cleon. Merasa tertarik, kulangkahkan kaki mendekat ke arah meja kayu tersebut.

“Nona, ini minumnya...”

“Ah... jangan dipanggil nona, Val saja...” kilahku. Sang pelayan tersenyum.

“Oh ya, apakah ini tuan Terrence?”

“Ya.... dan istrinya, nyonya Rekha..”

“Cleon anak satu-satunya nyonya Rekha?” tanyaku tanpa mengalihkan pandanganku sedikitpun dari foto-foto itu.

  
“Setau saya, nyonya tidak memiliki anak. Tuan muda Cleon sebenarnya adalah anak kakak iparnya. “ jawab sang pelayan yang mebuatku tercenung.

“Lalu..? “

“Saya tidak tahu pasti bagaimana. Katanya, Cleon diangkat anak oleh mereka karena kedua orang tuanya meninggal saat kecelakaan beberapa tahun lalu. Dan sepertinya, dia juga tidak menyandang marga Terrence di namanya.. ah.. tidak begitu pasti.”


Aku mangut-mangut. Kembali melirik gambar dibalik bingkai tersebut. Sebuah foto memamerkan sebuah pesta ulang tahun.


“Itu foto tuan muda saat ulang tahunnya yang ke 14, tanggal 17 Maret dua tahun lalu..” jawaban yang sempat membuatku mendelikkan mata. 17 Maret katanya? Kenapa bisa sama denganku? Pandanganku kualihkan ke foto di sebelahnya.





“Ohh.. itu foto yang katanya diambil seminggu sebelum kecelakaan yang merengut nyawa keluarga Cleon. Katanya Cleon dulu punya saudara perempuan. Dan, setelah kecelakaan itu dia tidak lagi memiliki saudara perempuannya itu. ah...padahal gadis itu sangat cantiik..”

Mendengar penjelasan pelayan itu, lekas aku pamit dan menitipkan salamku untuk tante Rekha. Aku betul-betul tidak tahu mau bertindak apa sekarang. Tentang foto tadi... aku sama sekali tidak bisa mempercayai penglihatanku sendiri.

Kamu tahu? Mataku tak mungkin salah mengenali sosok gadis itu. Jelas-jelas gadis yang duduk di samping Cleon itu adalah aku! Ya...! aku yang tidak jauh beda dari foto di dalam album Kak Ethan. Dan tentunya, aku sangat mengenali wajahku di situ. Yang tidak bisa kupahami, kenapa bersama Cleon? Apa dia...??

# # # # #

“Saat itu gerimis. Ada pasien baru yang masuk ke rumah sakit ayahku. Pasien kritis. Sekeluarga yang baru saja kecelakaan. Waktu itu aku hanya menatap kasihan dari bangku ruang tunggu. Saat para pasien kritis itu melewatiku. Salah satunya, kamu..” jelas Vladi.

Dia sama sekali tidak dapat berkutik saat kutanyakan apakah aku mirip dengan Cleon. Kembali kutanyakan apakah nama marga asliku adalah Robert. Vladi benar-benar tersudut setelah sebelumnya kukatakan ingin bertemu dia di cafe ini.

“ Ya... kamu yang saat itu dikira telah meninggal saking tenangnya keadaanmu...Beberapa saat setelah itu, datang keluarga pamanku, paman Josephine. Bersama, tentu saja kamu tahu... kakak lelakimu, Ethan Josephine.”

--- Flashback ---

“Kak... ada beberapa pasien kritis lho tadi...” ujar Vladi sambil menunjuk ke arah iringan menuju ruang gawat darurat.

“Oh ya?”

Vladi dan Ethan mengintip dari luar jendela kaca tersebut. Terlihat para dokter mendesah pasrah.

“Tidak bisa diselamatkan. Bagaimana perempuan kecil itu? kita pindahkan saja ke ICU. Sepertinya masih bisa ditolong..” dan iringan para manusia berbaju putih itu berpindah ke ruang di sebelah timur itu.

Setelah beberapa jam, terlihat dokter-dokter tadi mulai meninggalkan ruangan ICU tersebut.

“Bagaimana keadaan gadis tadi? Sepertinya dia terserang amnesia karena benturan. Luka di kepalanya parah sekali. Tapi, belum bisa kita pastikan. Apakah ada kerabat mereka yang telah datang?” dan para dokter itupun berlalu.

‘klek’ dua bocah lelaki itu membuka pintu ruang ICU. Terlihat seorang gadis sedang tertidur di sana. Tenaaangg... sekali. Mereka berjalan ke arah sisi sebelah kanan gadis tersebut.

“Cantik sekali... “ gumam Vladi ke arah Ethan yang tak kalah terpana. Keinginannya selama sepuluh tahun ini untuk memiliki seorang adik datang kembali. Kali ini lebih kuat.

“Dia...” ucapan Ethan terputus saat melihat sang gadis mulai menggerakkan jemarinya. Dan perlahan, membuka matanya.

“Kakak...” ujarnya kecil sambil menatap Ethan yang terpaku.

--- Flashback end ---

“Sejak hari itu, kak Ethan memaksa orang tuanya untuk membawamu pulang ke keluarga mereka. Dan mengangkatmu menjadi anak. Bundanya tidak tega melihat dia yang memohon berkali kali dengan ekspresi yang sangat memelas sekali. Akhirnya, orang tua Ethan meminta izin untuk mengangkatmu menjadi anak pada ayahku. "

"Karena seperti yang telah diketahui bahwa dua orang tuamu tak terselamatkan, saudara lelakimu kritis, dan kamu yang dalam keadaan amnesia, ayahku mengizinkan. Tak disangka, beberapa hari setelah kepergianmu dari rumah sakit, saudaramu sadar. Dia mencari kamu. “

“ aku ingat teriakan khawatirnya waktu itu, ‘Zelia.... kakak masih hidup.. kamu dimana?’. aku sampai tak tega melihat ekspresi gundahnya. Dan kami terpaksa berbohong dengan mengatakan kamu juga tidak terselamatkan dan telah menyusul orang tuamu. kakakmu seketika ambruk dan tercengang. Dan ejak hari itu juga, dia diboyong oleh keluarga adik kandung ayahnya. Kalau tidak salah, keluarga tuan Terrence.. ”

nafasku tercekat. Kalau begitu... anak itu, selama ini anak itu betul-betul masuk kembali ke dalam kehidupanku..

“Ethan  sangat sayang kepadamu. Kamu diperlakukan seperti adik kandungnya sendiri. Menjaga, bermain, menghiburmu.. ah, sampai-sampai aku iri setengah mati waktu itu. sudah tujuh tahun sejak kejadian itu, tiba-tiba baru-baru ini kak Ethan menghubungiku. Dia kelihatan sangat kaget saat itu. dan, dia mengatakan kala dia sudah bertemu dengan Zandra, saudara lelakimu yang saat itu dikiranya telah meninggal. Di... sekolahmu. Saat menjemputmu suatu hari sewaktu pulang sekolah..”

 setengah mati kutahan aliran hangat yang ingin mendobrak pelupuk mataku. Padahal sebenarnya aliran itu sangat ingin berebut untuk segera keluar.

# # # # #

Hampir dua jam aku menangis di sini. Di bukit bintang. Menumpahkan segala rasa sesak yang mengimpit hatiku. Berusaha mencari kekuatan untuk menerima segalanya. Tapi, kenapa harus sekarang Tuhan? Kenapa saat aku tinggal di beri sisa waktu tidak lebih dari dua bulan lagi?

“Val... kamu di sini ternyata...” suara itu. suara yang kurindukan selama enam belas tahun ini. Lelaki itu kemudian duduk di sisiku. Tepat di sebelah aku yang menutup muka dengan kedua belah tanganku dan terisak.

“Tadi kenapa tidak bilang-bilang datang ke rumahku? Padahal tidak lama setelah itu aku balik lho..” ujarnya dan memiringkan kepalanya agak ke kanan ke arahku. Aku tetap terisak dan tidak menyahut perkataannya.

“Kenapa kamu sampe nangis sih Val? Kamu diapakan tanteku tadi di rumah?”

“Ti..tidak.. hiks..” jawabku tergugu.

“Lalu...?”

“Aku... hiks.. aku kangen seseorang lagi.. hiks.. “ gumamku sambil mengusap kedua belah pipiku.

“Ah... siapa sih orang itu? aku iri berat sama dia lho.. kamu bisa menangis seperti ini hanya karena rindu padanya? “ ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Aku.., rindu pada saudara lelakiku. Kami terpisah beberapa tahun lalu. Karena kecelakaan. Aku menyesal penyakitku membuatku lupa akan keberadaannya. Tapi, dia selalu sukses mengusikku di dalam mimpi-mimpiku. Aku.. aku ingin bertemu dia Cleon! Tolong aku Cleon..! Aku ingin ketemu Zandra!!” seruku histeris, sebelum akhirnya tangisku pecah kembali. Cleon membeku ditempat. Kedua bola matanya menatapku lurus-lurus, terlihat jelas kalau ia tidak percaya.

“Kenapa? Kenapa Cleon?? Kamu tidak pernah bilang kepadaku kalau kamu berasal dari keluarga Robert! Keluarga Samuel Robert!! “ teriakku ke arahnya.

“Jadi, kamu Zelia? Tidak.. jangan bohongi aku. Zelia sudah tidak ada. Dia meninggal saat kecelakaan itu, tidak..tidak.” sahut Cleon menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya

“Aku Zelia. Zelia Phedra Robert. saudara perempuan Zandra yang lahir bersamaan dengannya 17 Maret enam belas tahun lalu. Takdir membuat namaku berubah menjadi Valerie. “ kini Cleon mulai tergugu. Aku memeluknya erat.

“Zandra... aku rindu kamu, rinduuuu banget. Aku tidak menyangka kita bisa bertemu lagi dengan cara seperti ini. “ tuturku. Perlahan, Cleon membalas pelukanku.

“Aku juga tidak percaya. Kukira setelah kecelakaan itu aku tidak pernah bisa lagi bertemu Zelia. kukira Zelia telah pergi bersama bunda dan ayah. Meninggalkanku sendiri. Terpuruk dalam bayang masa laluku. Tapi, aku tau Zelia belum pergi. Aku selalu menemukan dia masuk ke dalam mimpi-mimpiku. Terima kasih, Zel..” sahutnya lembut. Setelah itu, aku melepas pelukanku pelan.

Kutatap wajah orang terkasih yang kurindukan beberapa tahun ini. Wajah satu-satunya keluarga yang aku masih punya. Ya, tinggal satu-satunya yang kumiliki di hidupku.

“Tolong... jangan pergi lagi... Zelia.. janji padaku ya?” ujarnya sambil mengenggam erat jemariku. Aku mengangguk ragu. Maaf Zandra. Maaf... sepertinya tidak mungkin bisa. Maafkan aku, tidak bisa berada di sisimu lagi setelah dua bulan terakhir ini.

‘deegg’ goncangan terasa kembali di hatiku. Jantungku bekerja berjuta kali lebih cepat. Sesuatu yang kental mulai mengalir di hidungku. Sesuatu bewarna merah kehitaman. Dengan gelagapan, kututup hidungku dengan jari-jariku. Tidak membiarkan darah itu terlihat oleh Cleon.

Terlambat. Dia sadar akan itu. dan, sama seperti orang-orang yang tahu tentang ini sebelumnya, dia juga memaksaku pergi ke tempat menyeramkan itu. aku menggeleng. Akhirnya, dengan terpaksa Cleon menyeretku untuk ikut bersamanya.

“Tolong jangan bawa aku ke sana. Aku tahu Zandra, bagaimanapun caranya, penyakit itu tidak bisa diobati! Kecuali... yah, bila ada orang yang berbaik hati.. ah... lupakan! Pokoknya aku tidak mau ke rumah sakit itu!!” teriakku di dalam mobil Cleon. Cleon menatapku dan tersenyum.

“Jika ada harapan, kenapa kita tidak mencoba memeluk harapan itu? walaupun ada kemungkinan ia akan lepas dari pelukan kita... setidaknya, dia sempat memberikan kehangatan saat kita memeluknya. Mau ya Zelia?” aku terdiam.

# # # # #

“Zelia... kita sudah sampai... Zelia?” Cleon menggoyang tubuhku yang tertidur. Aku ambruk ke sebelahnya. Cleon sigap menangkap tubuhku yang ternyata pingsan. Darah mengalir tak berhenti dari hidungku. Apakah suatu saat ia akan berhenti mengalir? Dan.......... Apa yang akan terjadi saat itu?

Cleon membopongku ke ruangan periksa. Dan, aku tak tahu seterusnya apa yang terjadi. Sempat kulihat tatapan khawatirnya dari sudut mataku yang masih setengah sadar.

# # # # #

Lagi-lagi aku terisak. Kali ini di grassland dalam dunia mimpiku. Aku takut... takut.. sekali. Aku taku kehilangan Zandra yang baru kutemukan kembali.

“Uhh... nangis lagi ya?” Tanya seseorang yang tiba-tiba datang. Pangeran itu lagi.

“Aku tidak suka melihat kamu menangis... entah kenapa, kalau kamu menangis, dadaku akan sesak. Kapanpun itu..” aku menoleh ke arahnya dengan mata sembab. Dia menatap lurus ke depan. seakan mencermati sesuatu. Aku terdiam. Dan ikut menatap lurus ke depan.

“Kalau begitu... beritahu padaku. Alasanmu menangis lagi.”

“Aku... takut mati. Ya, aku takut kehilangan seseorang. Seseorang yang baru kutemukan setelah belasan tahun ini. Takut...sekali.”

“Kamu sudah bertemu dia? aku senang sekali..” ujarnya. Masih menatap ke depan. tapi kini ada perubahan dari binar di matanya.

“Ya. Tapi aku memang orang paling sial. Dan kesialanku akan bertahan lama. “

“Tidak. Kamu beruntung. Dan keberuntunganmu itu sangat besar. Tahukah kamu? orang itu juga takut kehilangan kamu. tapi, resiko mencintai seseorang adalah, siap menerima kehilangan akan orang yang dicintai itu. kalau tidak begitu, jangan pernah mencintai seseorang. bagaimana menurutmu?” aku mendesah. Kalau untuk itu aku sangat-sangat belum siap.

“Jika memang begitu? Apakah ada hal lain yang dapat kulakukan? Aku...... harus menerima itu semua kan? ” tanyaku kemudian tersenyum tipis. Sang pangeran mengangguk dan merangkulku erat.

“Kalau begitu, sekarang kamu bisa merelakan jika salah satu dari kalian suatu saat pergi kan?” tanyanya. Aku mengangguk ragu.

# # # # #

Lagi-lagi ruangan putih-putih itu. Aku masih belum mau membuka kelopak mataku. Belum siap melihat keadaan dunia yang sudah beberapa hari ini kutinggal. Sudahlah, kamu tidak akan bisa melihatnya lagi setelah ini. Ini kesempatan terakhir Zelia!

“Dia sadar...! operasinya berhasil...!! keluarga Valerie Josephine... anak anda telah berhasil melewati masa kritis..” kenapa mereka sehisteris itu? apa yang terjadi denganku??

“Val... kakak khawatir sekali... bunda dan ayah lansung kembali dari Prancis setelah dikabarkan kalau kamu masuk rumah sakit..”

“Cleon... dimana Cleon kakak?”

“Kamu tenangkan diri saja dulu... jangan berpikir yang lain untuk sementara ini..”

“Dimana Cleon, kakak...!!??!”

# # # # #

Oke. Kuakui. Kamu sangat bodoh Zandra. Kenapa kamu berbuat seperti ini? Padahal, kamu sudah memintaku untuk tidak pergi. Kenapa kamu yang kini pergi? Jangan bercanda Zandra!!

“Dia... kecelakaan saat akan mengabarkan berita bahwa kamu masuk rumah sakit kepada kami. Di perjalanannya menuju rumah kita. Saat itu, pesan yang sempat dia sampaikan hanya... mendonorkan hati dia untukmu..” kamu bodoh Cleon! Kamu betul-betul bodoh!! Aku tidak pernah menyuruhmu untuk menghalangiku pergi. Tapi kini? Kenapa kamu??

“Cleon....!! jangan pergi... jangan kumohon, aku butuh kamu!!” teriakku di sisi makam itu. Makam berukirkan nama Zandra Phalosa Robert di atas permukannya. angin bertiup tenang. Membawa suaraku terbang tinggi, ke langit. Ke tempat dia berada. Kak Ethan memelukku erat. Tidak membiarkan kesedihan hancur meruntuhkanku.

“Tenang Val... masih ada kakak..” aku menggeleng keras. Baru beberapa hari lalu aku tahu kalau dia adalah Zandra yang kucari. Kenapa cepat sekali berlalu?

“Dia menyayangimu Val... Cleon tidak akan senang melihatmu terus-terusan begini..” aku terdiam. Kututup mata perlahan. Menghirup udara yang sempat mampir di relungku.

Tenang... sekali. Kurasakan kali ini. Darah dia juga mengalir di diriku. Ya, bisa kurasakan kehadiran ia di jiwaku. Hangatnya senyumnya, segala perasaan sayang dia, terasa dekaat sekali.

Seakan tahu perasaanku saat itu, gerimis turut terluka sesuai yang dirasakan hatiku. Perlahan, jatuh di pelupuk mata. Kulangkahkan kaki, meninggalkan makam itu. meninggalkan dia di sana. Sendiri. Maaf.... Maafkan aku Zandra...

# # # # #

“Ah... Zelia. tante sudah lama menunggumu kembali. Apakah Zandra sudah memberitahumu? Kalau begitu, silahkan masuk saja. Kamar dia di sebelah kanan, ruang ketiga.” Aku mengangguk.

‘klek’ pintu ini terbuka. Dan seketika, aku merasa segala kenangan menyeruak keluar. Kulangkahkan kaki memasuki kamar dia. tempat dia masih tertidur aman di sini sebulan yang lalu. Tante Rekha menyuruhku untuk bermain lagi ke rumahnya. Ke ruangan khusus milik Cleon ini.

Aku duduk di kasurnya. Kualihkan pandanganku ke sudut kamar. Benda itu masih di sana. Benda yang beberapa bulan yang lalu ingin kuketahui apa isinya. Kuraih benda itu dari tempatnya. Sebuah diari.

Sekuat apapun angin berhembus... membawa terbang segala yang ada di dekatnya, jangan biarkan senyummu turut serta mengiringi terbangnya ia.. karena, sekali itu terjadi, kamu akan kehilangan satu warna pelangi di hidupmu.. ;)

“Bagaimana kalau angin itu kamu Zandra? Apakah aku juga tidak boleh mengikutimu terbang? Bawa aku terbang bersamamu Zandra! Aku janji akan selalu di sisimu...!”

Rindu akan warna pelangi... semalam ia paksakan diri menjemput gerimis di tengah gulita. Walau begitu, selalu kutanya diriku, masih bisakah aku melihat pelangiku besok?

“Maafkan aku, Zandra. Membuatmu tidak bisa melihat pelangi lagi hari ini..”

“Bodoh... ! kamu masih tetap bodoh ya Zel?” hah? Suara itu..? lekas kutolehkan wajahku ke sudut ruangan. Tidak ada siapapun di sana. Jadi siapa??

“Pelangi itu adalah kamu...! masa’ kamu nggak nyadar sih?” Lagi-lagi, suara dia datang lagi. Ahh.. sekarang aku sadar. Dia masih ada di hatiku. Dia tetap hidup di dalam jiwaku. Menjadi bagian dari ragaku. Tidak pernah pergi. Kutatap lagi sudut ruangan itu. sekarang, aku sadar. Di sana ada grand piano milik Zandra. Yang sebelumnya pernah kumainkan bersamanya.

Tiba-tiba seakan melihatnya hidup kembali. Kulihat ia di sana. Duduk di sisi pianonya, tersenyum ke arahku.. memainkan sebuah lagu. Lagu yang dari dulu sering ia mainkan. Diiringi gitar bodohnya. Saat menghabiskan waktu bersamaku di taman belakang sekolah. Dan seketika, tangisku pecah.

I saw an angel.
Of that I'm sure.
She smiled at me on the subway.
She was with another man.
But I won't lose no sleep on that,
'Cause I've got a plan.

You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
I saw your face in a crowded place,
And I don't know what to do,
'Cause I'll never be with you.
(James Blunt – You’re Beautiful)

# # # # #

Di sinilah aku. Tempat dimana manusia biasa pergi dan kembali. Tapi tujuanku kali ini adalah, pergi.

“Penumpang pesawat, tujuan Jerman waktu penerbangan pukul 9 pagi, diharapkan..” kugendong tas selempangku. Memasuki pesawat itu. meninggalkan segala kenangan selama enam belas tahun.

Pergi. Pergi jauh. Dan, belum berniat untuk kembali. Terlalu banyak kenanganku di sini.

Aku tidak bisa terus berada di sini saat setiap hari harus kurasakan kehadiran dia. bangku kosong miliknya di kelas, sapaan dia saat bertemu denganku di kebun belakang, gitar bodohnya yang kini menjadi barang paling berharga buatku. Segalanya.

# # # # #

Jerman, 9 Januari 2008.
Tak terasa, dua belas musim berlalu. Kini saatnya menyambut mekarnya bunga-bunga di musim semi tahun ini. Kulangkahkan kaki keluar dari Universitas Hamburg.

Tempat pelarianku selama tiga tahun ini. Tapi, sejauh apapun aku berlari menjauh, aku sadar. Bayangannya tetap hadir di jiwaku. Melekat erat. Karena seperti yang kalian tahu, darahnya mengalir dalam darahku. Bersatu dalam setiap pacuan nafasku.

Di tepi jalan, mataku dimanjakan dengan mekarnya segala jenis tumbuhan. Segalanya seperti berlomba untuk memekar. Tidak dengan hatiku. Tetap ada yang hilang di sana. Kosong. Tak tergantikan.

Tes..tes... titik-titik air itu kembali jatuh di pelupuk mataku. Sama seperti tiga tahun lalu. Hadir kembali memekarkan memori indah saat itu. ahh.. hujan ya?

Makin lama, ritme jatuhnya tetesan itu semakin cepat. Membuatku akhirnya memperlambat jalanku. Menikmati saat ini. Walaupun aku basah sekalipun.

Berhenti? Kenapa tiba-tiba tetes itu berhenti? Kuangkat wajahku ke atas. Ada sebuah benda yang menaungiku.

“Sudah dua tahun ya, Val. Tapi.. kamu masih saja suka sama hujan. Tidak takut sakit apa?”

Sosok itu. kakak lelakiku tersayang. Hadir di sini. Menemaniku nikmati sepi di tengah rinai hujan ini. Dan... kumohon. Tidak ada lagi yang pergi. Cukup dia. ya.. cukup dia.


There it goes, up in the sky
There it goes, beyond the clouds
For no reason why
I can't cry hard enough
No, I can't cry hard enough
For you to hear me now
(Can’t Cry Hard Enough – William Brothers)

_The End_