Senin, 28 April 2014

Ayah, Ibu dan Lautan Cinta yang Tak Terbatas




Ayah dan Ibu. Orang-orang terkasih yang paling kita cintai, dan paling tulus dalam menebarkan cintanya pada kita, anak-anaknya. Dua sosok yang paling memiliki arti di kehidupan banyak orang. Termasuk dalam hidupku. Dan kini, izinkan aku berbagi, sedikit isi hati yang susah untuk diutarakan lewat kata-kata. izinkan aku sedikit bercerita.


Tentang dua sosok paling berpengaruh dalam cinta, asa, dan cita-citaku. Tentang ayah dan ibu yang memiliki kesabaran tiada batas, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak perempuan sulungnya yang satu ini. 


*

Ayahku orang yang tampan. Memiliki tubuh yang sedang, tidak tinggi. Namun tidak juga masuk dalam kategori pendek. Kulitnya gelap. Memiliki wajah yang teduh, menenangkan


*



"
Yas, ini pacar aku....... ganteng kan yaa?" ujar salah seorang temanku saat memperkenalkan pacarnya padaku. 


Ya, harus ku akui. Lelaki itu memang tampan. Tinggi. Berkulit putih. Memiliki lesung pipi. Giginya rapi. Gaya rambutnya keren. 




Tapi,
bagiku lelaki yang selalu membangunkanku untuk shalat shubuh, yang selalu menelponku saat aku pulang terlambat, yang selalu menggodaku sampai aku tersipu malu, yang selalu menggeleng-gelengkan kepala saat aku bertingkah bodohlah lelaki tertampan bagiku. Dialah ayahku. 


*


Ayahku orang yang setia. Pada Tuhan. Pada
ibuku. Pada sahabat-sahabatnya. Pada partai politik yang ia percayai. Dan padaku, anak perempuan sulungnya. 


 

*

Ayah orang yang keras
kepala. Aku sama seperti ayah. Maka dari itu, aku sering bertengkar dengannya. Tapi, sekeras apa pun dia, pada akhirnya dialah yang akan mengalah untukku.

 

*

 

"Ayah cuma mau kakak jangan terpengaruh sama pergaulan nggak jelas!"

"
Kan kakak bisa jaga diri, ayah nggak perlu maksa maksa kakak !"

"Kadang untuk menjadi
lebih baik, butuh paksaan!"

"Tapi kakak nggak mau lebih baik, lebih bagus kayak gini aja!"

Ayah
diam . kelihatan seperti tengah berusaha menahan diri untuk tidak sampai membentakku.

 

"Yaudah, ayah terserah kakak deh. Ayah yakin kakak udah bisa jaga diri, kakak bukan gadis kecil belia yang musti diatur dari A sampai Z lagi. Kakak yang tau apa yang paling baik buat kakak."  Tuturnya sambil tersenyum.

 

*

 

Ayah seperti tukang kredit panci, cerewet. Kadang, aku sering menulikan telingaku sendiri. Dan cerewet memang sudah menjadi bakatnya. Dia akan terus bicara. Dan berhenti hanya pada saat terlelap dalam nafas teratur. 



 

*

 

Hati ayah lapang. Dan dia selalu melapangkanku.

 

*

 

"Ayah, kakak jelek ya?"

 

"Kakak cantik!"

 

"Ayah, kakak gendut ya? Kakak mau diet aja"

 

"Apaan diet diet, kayak gitu aja tetap cantik kok”

 

"Ayah, kakak nyebelin ya?"

 

"Kamu menyenangkan!"

 

"Kenapa?"

 

"Karena kakak anaknya ayah!"
 


*
 

Ibuku, seorang wanita dengan paras yang cantik. Dari wajahnya selalu terlihat sunggingan senyum yang merekah. Banyak orang yang bilang,  kalau aku mirip dengan ibuku.


*


“Yas..... ini foto siapa?” tanya salah seorang temanku saat matanya menangkap potret foto-foto keluarga yang terpajang di ruang tamu rumahku.


“Itu ibunya Yasmin, Dara....” jelasku pendek.


“Mata sama hidungnya mirip sama kamu Yaas”  celutuk Rina.


“Ya iyalaaah, kan aku anaknyaa” sahutku gemas.


“Sekarang, aku nggak bakal khawatir lagi kalo kamu anak angkat” tukas Dara seraya memasang wajah pura-pura terharu. Aku tergelak dan segera menimpuk wajahnya dengan bantal.


*


Ibuku adalah satu-satunya orang yang bisa dengan leluasa untuk kuutarakan segala masalahku. Mulai dari 
hal-hal sepele seperti masalah nilai ulangan, sampai ke urusan yang lebih ruwet seperti masalah hati. 

Dan ibuku, dengan ajaibnya selalu bisa bersabar mendengar segala curhatku yang kadang tak memiliki rasa kemanusiaan.


*


“Bu..... tahu nggak? Ada abang kelas yang suka sama kakak loh...”
Ibuku tersenyum dan menatapku dengan tatapan tertarik.


“ya, lalu?”


“Dia........ nembak kakak. Tapi, kakak nggak nerima. Soalnya kakak ngerasa nggak butuh buat pacaran, masih banyak hal lain yang lebih penting buat kakak kerjain... selain itu, kakak masih pengen fokus belajar dulu, kan bentar lagi mau kelas dua belas” jelasku dengan ekspresif.


“Nah, ibu setuju sama prinsip kakak, sebaiknya gausah pacaran deh, lebih banyak yang buruknya daripada manfaatnya”


“Tapi bu.........” selaku ragu-ragu.


“Kenapa lagi?” tanya ibuku dengan senyum tertahan.


“Kalo nanti.... kakak nggak dapet jodoh gimana?” tuturku dengan khawatir. Ibuku tergelak. Butuh beberapa menit sebelum akhirnya ia berujar.


“urusan jodoh itu udah ada yang ngatur, tinggal kakaknya yang disuruh untuk terus memperbaiki diri. Kalo kakak mau memperbaiki diri dan berusaha buat jadi lebih sholehah, pinter, rajin, insya allah ntar jodohnya dateng sendiri kok. Yang tampan, baik, pinter... kakak nggak usah khawatir” jelas ibuku panjang seraya ditutup dengan mengacak acak puncak kepalaku.


 *

Kini, aku memang masih gadis kecil-nya ayah dan ibu.
 

Aku masih membutuhkan seluruh nasihat mereka, walau aku mungkin sering tak mendengarkannya.

Aku masih membutuhkan setiap ocehan bernada kekhawatiran kala diriku terbaring tak berdaya disergap oleh penyakit.

Aku masih membutuhkan segala larangan dan omelan panjang lebar mereka saat aku melakukan kesalahan.
 

Aku masih membutuhkan segalanya tentang ayah dan ibuku.

 

Dan kata masih itu akan berganti menjadi kata tetap. Ya, sampai kapan pun, aku akan tetap membutuhkan  mereka. Karena aku akan tetap jadi Gadis kecil-nya ayah dan ibu.

 

*

 

Segala wujud cintaku pada ayah dan ibu, takkan ada yang bisa menggambarkannya. Tapi yakinlah ayah, ibu, cintaku lapang, selapang hati kalian.







Wanita itu Bernama Cut Nyak Dien



Sedikit tulisan yang berbuah dari pengalaman kunjungan ke rumah cut nyak dien beberapa waktu silam.... Baiklah inilah tulisan singkat saya :)

***

Perempuan Aceh pantang meneteskan air mata untuk orang yang syahid di medan perang, bangkitlah! Perjuangan kita masih panjang.”


Kalimat pendek namun sarat makna itu terlontar dari mulut seorang wanita pada anak semata wayangnya, beberapa saat kala menerima kabar tentang kematian suaminya di medan perang. Dikemasnya segala isak tangis dan kesedihan dengan sangat apik, dan ditimbunnya di salah satu sudut hati terdalam.


Walaupun tak dapat dipungkiri, dirinya tentulah merasakan kehilangan yang teramat sangat. Tapi ia sadar akan tanggung jawab sebagai seorang istri. Setiap saat ia harus siap untuk menerima tampuk kepemimpinan sebagai kepala keluarga ,sekaligus pemimpin pergerakan untuk meneruskan perjuangan melawan Belanda.


Tahukah engkau? betapa kami merindukan sosokmu, Cut Nyak Dhien...

***

Dan kini, 

118 tahun kemudian. Aku berkesempatan untuk mengunjungi rumahmu. Rumah perempuan perkasa yang sering membuatku kagum saat membaca ringkasan sejarah hidupnya. Rumah panggung sederhana yang berdiri tegak di depan mataku. Rumah yang bertempat di daerah Lampisang.


" Rumah panggung yang sekarang lagi adek lihat ini dibangunnya tahun 1981, yang aslinya sih udah dibakar sama Belanda, tahun 1896. tapi lokasinya sih masih sama"  


Informasi singkat yang kudapatkan dari kakak sepupuku tidak berhasil mengalihkan perhatianku. Keterpesonaanku telah berhasil kau rebut sejak aku pertama kali menjejakkan kaki di anak tangga pertama rumah panggung sederhanamu. 


Kuresapi getaran semangat perjuangan yang tersimpan di tempat ini. Menyusuri jejak dan sepak terjang sang pemilik rumah yang berbicara lewat gambar-gambar dan saksi bisu perjuangan yang menggantung di dinding rumah. Segala kejadian yang sukses berbicara walaupun tanpa kata-kata. Membuat hati kecilku bergetar, seolah bisa terjun langsung dan merasakan apa yang kau rasakan saat itu.


Satu hal yang juga berhasil membuat hatiku kembali bergetar. Saat menyadari bahwa aku dan engkau adalah perempuan yang terlahir di tanah yang sama. walaupun pada zaman yang berbeda.


Ya...


Masih di atas tanah yang sama. Di atas tanah tempat kau dulu pernah berpijak.  Menggelorakan segala asamu, mengobarkan semangat para pejuang untuk bersatu padu menjaga tanah rencong ini agar aman dari genggaman  para penjajah.



Masih di bawah langit yang sama. Di bawah langit tempat kau dulu pernah mengadu, bersujud dan berdoa syahdu, pada Zat yang Maha mendengarkan segala rintihan hati. Di bawah langit tempat kau menyaksikan segala suka duka, sejarah yang pernah dilewati bumi Aceh ini, 118 tahun yang lalu.


Aku tertatih mencoba menuliskan untaian tulisan, yang bisa menggambarkan bagaimana aku, dia dan kami semua merindukan sosokmu. Sosok yang  keras dan kuat layaknya baja, namun terkadang bijak serta penuh rasa keibuan. Sosok khas perempuan Aceh. 


Ingatanku melayang pada dialog yang kubaca di salah satu kisah sejarah perjuangan tentangnya. obrolan malamnya kala menyemangati Teuku Umar, sang suami untuk tak goyah ..


"Teuku, berjuang melawan kape-kape penjajah merupakan bagian dari keimanan, … setelah Lampadang gampong kelahiranku mereka bakar, akhirnya Lampisang mereka bakar juga … ke Lampisang tak mungkin ku kembali …"


***


Izinkan kami mewarisi segala semangat perjuanganmu. Biarkan kami mewarisi rasa cintamu pada bumi Aceh ini. Dan mungkin ini adala salah satu warisan budaya terindah, yang bisa kami punya.












Minggu, 27 April 2014

High School Never End : Perpisahan SMAN 1 leting 65




Kisah ini masih berisi pemeran yang sama.

Aku.

Kamu.

Dia.

Kita.

dan...

Segala hal-hal kecil yang tak pernah luput untuk diabadikan oleh lensa panitia pubdok.


ahahahah. baiklah, sebenarnya... ini bukan postingan yang bertujuan untuk sok puitis, jadi langsung ke poinnya saja ya. saya membuat postingan ini dengan tujuan berbagi sedikit kisah tentang pengalaman menjadi panitia di perpisahan SMAN 1 tahun 2014 ini, yang baru saja diadakan pada tanggal 26 April yang lalu.


Jujur saya merasa sedikit terharu. kenapa? karena akhirnya saya berhasil mendapatkan posisi di bagian penyambut tamu, yang notabenenya adalah panitia yang bawaannya paling santai, serta aman dan tenteram segala tugas dan kewajibannya.


Sebelumnya, tidak pernah sekalipun, tolong dicatat "tidak pernah sekalipun" dalam hidup saya, bisa mendadapatkan posisi dibidang yang dimana saya dapat berleha leha dan mengirup nafas dengan aman dan damai. Tidak percaya? Ya, saya juga.


Mari kita flashback dulu saudara saudari.


Setahun yang lalu, masa dimana saya masih menjadi jelmaan gadis kecil culun yang patuh dan penurut. Saat itu di momen yang sama, saya mendapatkan posisi sebagai MC non formal dengan kata lain pembawa acara yang menghandle acara dari awal sampai akhir. dan dengan kata lain lagi, saya tidak diizinkan untuk tidak merasa pegal pegal dan capek serta sakit tenggorokan sepulang dari acara tersebut -_-



Beberapa bulan setelahnya, saya terpilih menjadi ketua sekbid politik di OSIS. dan membawahi empat pria berwajah boyband yang (katanya) merupakan kandidat "abang terfavorit" leting kami --" dengan terpilihnya saya sebagai ketua, otomatis tugas untuk menyusun program kerja dan seabrek tugas lainnya jatuh ke pundak saya -_-


Bertepatan dengan pelantikan OSIS, saya diberi kabar gembira oleh kakak-kakak mantan pengurus ROHIS periode sebelumnya, bahwa saya terpilih menjadi ketua keputrian ROHIS untuk periode selanjutnya. ya Allah........ tabahkan dan kuatkan diri hamba ;_;



Dan setelah itu lagi. tibalah sebuah turnamen akbar yang merupakan event turun temurun sekolah kami. Jeumpa Puteh Cup 3. ya. sebuah turnamen bola bergengsi (ceilah) yang diperuntukkan untuk SMA/SMK sederajat yang berdomisili di Aceh. dan saya kebagian tugas sebagai ketua Kesekretariatan pada event akbar tersebut. baiklah, tugas yang satu ini yang paling melelahkan dan paling sukses membuat saya sedikit depresi dan mati-matian berusaha menahan keinginan untuk menggigit seluruh panitia yang saat itu berada di dekat saya T.T


Sejak saya mulai aktif di berbagai organisasi di luar, beberapa guru mata pelajaran saya di sekolah, mulai melontarkan komplain mereka pada saya. mereka merasa saya sudah terlalu sibuk di luar, saya harus lebih bisa bagi waktu, jangan sampai tertinggal pelajaran. kalau sering izin, mereka khawatir akan berperanguh pada nilai semesteran saya. baiklah. ini dilema. -_-



Nah........... karena pengalaman-pengalaman di atas itulah, akhirnya menggoreskan sedikit rasa trauma dalam diri saya, sehingga timbullah perasaan was was saat penentuan panitia acara perpisahan tahun ini dilakukan. sudah pasti nama saya akan kembali masuk. pasti. karena saya salah satu ketua bidang di OSIS. dan saya berusaha untuk ikhlas menerima kenyataan itu /?



Dan..... akhirnya sebuah kabar gembira datang kepada saya. Saya menjadi bagian dari panitia penyambut tamu! ya, penyambut tamu. panitia yang hanya bertugas untuk berdiri dengan pose tampan dan cantik, menyambut dan mengantarkan seluruh tamu undangan, selepasnya dapat bebas melakukan apapun yang diinginkannya. Setelah mendengar kabar tersebut, saya seolah mendapatkan guyuran air shower di tengah padang pasir. sejuk, bahagia, menyegarkan, mengharukan, eksotis, fantastis /?



Baiklah, ini terdengar berlebihan. tapi ini beneran enelan ciyusan deh. saya seneng pake banget dan dengan sedikit terlihat berlebihan, saya saking semangatnya dengan hampir melayang, berlari lari kecil menuju kelas Namir, pemuda sipit yang ditunjuk menjadi ketua bagian penyambut tamu.


"Pit, ntar gimana nih, siapa-siapa aja yang jadi anggota penyambut tamu? terus baju sama make upnya gimana?"


"Yang jadi anggota penyambut tamu ada enam orang. aku, kamu, Ivan, Humaira, Yudhi, Sintya. sekarang aku mau manggil mereka dulu buat ngebicarain masalah perpisahan. kamu bantuin manggil dong min, biar cepet" tukasnya pendek yang kubalas dengan anggukan.


Akhirnya setelah berselang beberapa belas menit, semua panitia penyambut tamu berkumpul di ruang serbaguna. Dan Namir dengan kesesabaran yang tiada batas mulai menjelaskan tentang hal-hal yang harus kami siapkan. Setelah mendapatkan kepastian tentang warna baju yang harus dipakai serta tugas-tugas yang harus dilaksanakan, kami semua membubarkan diri, kemudian .........


*skip beberapa hari*


Inilah hari yang telah kami nantikan. yaaa.. 26 April 2014. Sejak pukul 8 kurang beberapa menit, saya dan kelima rekan saya yang lain,  telah berdiri manis di depan pintu masuk gedung AAC Dayan Dawood. Mulai melaksanakan misi suci(?) kami untuk menyambut para tamu undangan yang hadir.


Baiklah. ternyata menjadi panitia tamu tidak semudah yang saya bayangkan. diperlukan kesabaran ekstra untuk bisa mengembangkan senyum sepanjang lima sentimeter tiada henti selama setengah hari penuh-_- setidaknya ini tidak seburuk pengalaman-pengalaman saya sebelumnya. dan saya berusaha untuk tetap enjoy.

Walaupun lama kelamaan, tak bisa saya pungkiri bahwa satu bagian di hati kecil saya mulai berontak, dan memerintahkan otak saya untuk segera melepaskan sepatu hak lima senti yang saya kenakan dan melemparkannya ke atas panggung di depan sana-_-

Baiklah, saya mengurungkan niat saya tadi, karena takut akan resiko yang akan saya dapatkan. bisa-bisa seluruh anak kelas duabelas yang hadir akan menyantap saya hidup-hidup dan membuang tulang belulang saya di laut ulhee lheu sepulang dari sini-_-


Setelah menahan diri selama beberapa jam, akhirnya acara yang bertemakan 'High School Never End' itu selesai, dan berakhir manis dengan acara foto bareng murid-murid kelas duabelas dengan seluruh guru.

Tidak mau kalah, seluruh panitia mulai memperlihatkan jati diri mereka sebenarnya. disana sini, terlihat para panitia yang bergerombol dengan sebuah kamera di tangan, dan melakukan pose selfie khas anak alay jaman sekarang-_-


Termasuk kami, panitia penyambut tamu. kami mulai berpindah posisi ke tempat yang sepi, dan menjadikan seorang anak kelas sepuluh yang lewat didepan kami sebagai tumbal(?) untuk memotret kami berenam.


Dan....... inilah dia. beberapa foto yang sempat diabadikan oleh kamera si cantik Humaira.




Tiga wanita cantik penyambut tamu





Mas mas penjaga gerbang-_-





Enam makhluk kece jelmaan panitia penyambut tamu :D





And here is it, me with my Jeumpa Puteh's big family









Buat kakak-kakak kelas dua belas, sayonaraa. mata ashitaaaa. semoga semuanya bisa lulus di PTN yang diidamkan. jangan lupa kak, bang, dimanapun dan kapanpun, kalian tetaplah bagian dari keluarga besar Jeumpa Puteh. Doakan kami, semoga selanjutnya dapat menjadi kakak kelas yang baik dan bisa menjadi contoh untuk adik-adiknya :))))

Selasa, 22 April 2014

A Journal to Remember : Pada Suatu Sore




Ada yang berbeda pada sore itu.
Tidak, tak ada yang berubah dari warna pada langit di atas sana.
Senja tetap tampak kemerahan. Membirukan senja yang selalu merah adalah hal paling mustahil yang pernah ada.


Ini bukan tentang warna senja. Cerita ini berkisah tentang pertemuanku dengan orang-orang istimewa di sebuah tempat bernama Rumah Cahaya. Istimewa? ya, aku juga awalnya tidak menyangka kalau mereka akan menjadi orang-orang yang akan menambah daftar di list sosok istimewa dalam kehidupanku.



Kau, yang membuatku harus bertemu dengan mereka dan menjerumuskanku sehingga jatuh hati untuk yang kedua kalinya padamu.



Dari sejak berbalut seragam putih biru, banyak organisasi yang (iseng) kumasuki dan saat bergabung di berbagai organisasi itu, tak ada hal yang benar-benar meninggalkan 'bekas' berarti di hatiku.


Tidak, sampai aku akhirnya menemukanmu diantara puluhan recent updates contact bbmku.
Kau mengusik satu bagian dihatiku untuk mencoba mengenalimu lebih dalam.



Itu bukan kali pertama aku mendengar namamu. Aku mengenalmu sejak sembilan tahun lalu, sesaat setelah kotaku di porak porandakan gelombang menyeramkan bernama tsunami. Kau hadir di dalam kotak-kotak bantuan berisi buku-buku bacaan. menjadi salah satu hiburanku melewati hari-hari pasca musibah yang menimpa kota kesayanganku itu.



dan saat itu, kali pertamaku jatuh cinta kepadamu.


Tapi kau, seperti bintang yang bersinar di langit nun jauh sana. terlihat mempesona, indah, tapi sangat sulit untuk diraih. Tidak, tanpa harus takut terjatuh dan menyakiti diriku sendiri. saat itu kuputuskan untuk mulai mencitaimu dalam diam. tujuh tahun kulalui dengan hanya menjadi seorang "secret admire" yang selalu memperhatikanmu dari kejauhan.



aku tetap mengagumimu, menikmati tiap karya yang engkau buahkan, dan tetap tak berani mendekatimu.



Dan dua tahun lalu aku mulai muak dengan segala hal ini dan dengan nekad kuputuskan untuk mendekat ke arahmu, apapun resikonya/? . Tapi, dua tahun lalu... hal itu harus kuurungkan. Berhubung aku lebih memilih fokus untuk bertarung memperjuangkan masa depanku agar dapat berseragam putih abu. Baiklah, kali ini ku ikhlaskan untuk melepaskan kesempatan berkenalan denganmu. 


Setahun lalu, kembali aku mendapatkan kesempatan untuk bisa berkenalan denganmu. Dengan penuh harap, ku download formulir keramat itu, dan mengisinya dengan bersemangat. Hanya beberapa langkah lagi hingga kau bisa menjadi bagian dari hari-hariku.


Dan lagi-lagi... aku mau tak mau harus mengaplikasikan pelajaran ikhlas ke dalam kehidupanku. Kesibukan awal memasuki periode putih abu membuatku lupa mengirimkan formulir keramat itu. Dan aku dengan setengah hari harus kembali mengucapkan kata "selamat tinggal, sampai jumpa lagi suatu hari" pada file formulirmu yang masih bertengger indah di document laptopku.


Dan sore itu, bagaikan mimpi. akhirnya aku berhasil menjadi bagian dari dirimu. Bertemu orang-orang luar biasa yang berada di balik layar kesuksesanmu selama ini. Sosok-sosok inspiratif yang patut diacungi semua jempol yang ada di penjuru kotaku.


Sore itu, kau memperkenalkanku dengan sebuah tempat yang mungkin untuk kedepannya akan kuanggap sebagai rumah kedua bagiku. Tempatku berlabuh mengarungi samudera kepenulisan. Dan sore itu, kau juga membuatku bertemu dengan wajah-wajah asing, yang kini telah menjelma menjadi keluargaku.


Perjalanan bersama mereka sore itu, menorehkan satu lagi, momen paling berharga yang mungkin tak akan bisa dihapuskan dengan penghapus sehebat apapun dari memoriku. Mereka, orang-orang yang membuatku jatuh cinta untuk kedua kalinya padamu.





Terima kasih untuk segalanya, Forum Lingkar Pena.