Rabu, 20 Juni 2012

Even If I Never See You Again Part 2

Over time, when the time passes by.
It will be a heartache in the memory.
There is no need to forget,
since it will just all fade away.




















 ***

Seorang gadis kecil melangkah tersaruk ke arah ruang kelas barunya. wajahnya sama sekali tidak menampakkan aura persahabatan. dengan dua ujung bibir yang tertarik mengarah ke bawah, dan garis wajah sinis yang tergurat di wajah cantiknya. tidak ada yang berani untuk sekedar menyapa bahkan menoleh ke arahnya. yah... lupakan kenyataan bahwa ia hanya seorang murid baru di sana.


Fakta bahwa ia adalah putri bungsu dari seorang ternama dan berkuasa membuatnya disegani bahkan sebelum sempat kakinya menjejak di depan halaman sekolah elit ini. Mungkin hal itu juga yang mebuatnya merasa menjadi seseorang yang berposisi tinggi dan tidak pantas untuk berteman dengan sembarang orang.


Gadis cantik itu tetap menatap lurus kedepan dengan sorot mata penuh keangkuhan dan berjalan dengan setengah hati menuju ruang yang merupakan kelas barunya. 

kelas? kata itu sebelumnya tidak pernah singgah di telinganya.
bagaimana mungkin ia bisa mengerti kata itu, kalau sebelum ini ia tidak pernah mengecap bangku sekolah formal? ya. ini pertama kalinya ia memasuki sebuah gedung dengan ratusan anak-anak yang berpakaian sama. dan ia tidak suka. ia tidak suka disamakan, karena ia merasa berbeda. sederhananya, ia merasa kalau ia berbeda dari semuanya. ia istimewa!


Gadis berambut kecoklatan itu tersenyum miring saat menyadari kalau ia telah sampai di depan kelasnya. ia sadar kalau berpasang-pasang mata kini tengah menatapnya dari balik jendela. ia merasa seperti tidak perlu menganggapi puluhan mata yang kini tengah menatapnya penuh kekaguman itu.

tidak, ia salah. ia tidak menyadari, ada seseorang yang bahkan tidak melemparkan pandangan ke arahnya sedikitpun. seorang bocah lelaki di sudut ruangan.

***

Hari kelima gadis itu di sekolah. masih sama seperti sebelum-sebelumnya. tidak ada yang tertarik untuk sekedar menyapanya kecuali guru yang mengajar di sekolah itu. Ia masih sendiri, tanpa seorangpun yang berada di sisinya.


Lima belas menit waktu istirahat telah berlalu. dan ia masih sibuk sendiri di tengah kelas yang telah kosong dengan ditemani sekotak pensil warna dan sebuah buku melukis. gadis kecil itu tenggelam dalam keheningan kelasnya dan larut dalam dunianya sendiri. Ia diam, dan dengan tenang menggoreskan ujung pencil warnanya ke atas buku menggambar miliknya.


Suasana ricuh yang berasal dari luar ruang kelasnya sama sekali tidak membuat gadis itu terusik. ia masih duduk dengan tenang dan tidak peduli apapun selain kedua benda di tangannya. Bahkan tidak menoleh sedikitpun saat seorang murid di kelasnya membuka pintu dan membuat beberapa teman di belakangnya bergegas berebut memasuki pintu itu sambil tergelak panjang.


“Sudah kukatakan.... anak sok itu pasti tidak bisa terus-terusan bertahan dengan wajah soknya itu.... hahahah... ada lihat ekspresi dia tadi kan? bwahaha... Hanbyul jenius! bisa terpikirkan ide gila ini.... waah.. untung tadi kyungri sonsengnim tidak tahu kalau aku yang memasukkan separo isi botol saos ke mangkuk Sungwoo... ia benar-benar menjerit setengah menahan tangis tadi! hahahaha!!” salah satu bocah bercerita dengan heboh dan sesekali diiringi gelakan panjang pendek.


“Tentu saja! aku memang jenius, Seokhyun-ah.... aku sudah lama tidak menyukai anak sombong itu... bisa-bisanya dia terpilih menjadi ketua di kelas kita...seharusnya kau cemplungkan botol saosnya sekaligus ke dalam mangkuk supnya tadi... ahahaha” sahut Hanbyul pada bocah yang dipanggilnya Seokhyun itu dengan terkikik geli.


“tapi..... apakah kalian tidak keterlaluan tadi...? dia sepertinya benar-benar marah. kalau sampai ketahuan... noe jugeosseo!” seorang anak yang membawa kotak bekal menyela perbincangan heboh teman-temannya dan sontak membuat mereka semua berhenti tergelak.


“Ahh... kau ini terlalu berlebihan Minwoossi. mana mungkin ketahuan.... aku dan Hanbyul adalah calon actor yang handal.. jadi, masalah kecil seperti itu tidak ada pengaruhnya buat kami...”ujar Seokhyun yang dibalas anggukan oleh Yoonsuk.


“Hooo.... jadi kalian yang berbuat ulah tadii..! cerdas!” Hanbyul dan Seokhyun tersentak dan menoleh ke belakang. terlihat dua orang gadis yang telah berdiri dengan berkacak pinggang.


“Waa! sejak kapan kalian disitu? Christina yaaa! dari dua bulan lalu kamu selalu mengikutiku! pergi jauh-jauh!” Hanbyul berseru gemas dan mendorong pundak seorang gadis yang dipanggilnya Christina itu menjauh.


“Waeyo? boleh saja aku pergi. tapi nyawamu tak akan selamat. akan kulaporkan semua yang telah kudengar tadi pada sonsengnim... bukan begitu, Seohyun?” Christina mengedipkan sebelah matanya pada gadis temannya itu.


“Eo! kami akan melaporkan.... kecuali kalo Seokhyun membolehkanku untuk memanggilnya Oppa.... bagaimana, Seokhyun chagiyaa~ ?” sontak, kedua mata Seokhyun membulat.


“Noe! berhenti memanggilku chagi! aku tidak akan pernah menjadi chagimu! dan...... mworago? oppa? jangan mimpi!” hardik Seokhyun yang sukses membuat Seohyun mengerucutkan bibirnya.


“Yoonsukssi........ Seokhyun jahat padaku... bolehkah aku bercerai dengannya dan menikah denganmu?” Seohyun mengedipkan kedua matanya genit ke arah seorang bocah yang asyik sendiri dengan balon yang tengah dilambung-lambungkannya ke udara.


“Nde?” Yoonsuk mengangkat sebelah alis, dan Seokhyun mendengus tak peduli. Hanbyul terkekeh geli, dan lekas menghentikan tawanya saat sadar, tengah ditatapi Christina yang menatapnya dengan kedua bola mata seakan ingin mengajaknya kawin. Hanbyul membuang muka.


“Jika begitu....... bagaimana kalau kita bermain kucing-kucingan bersama saja? kalau kalian setuju, kami akan tutup mulut!” Christina memberi saran. yang lain terdiam lama, menimang-nimang syarat dari Christina, sebelum akhirnya mengangguk.


Minwoo hanya tersenyum geli melihat tingkah teman-temannya. Ia baru saja akan meletakkan kotak bekal yang sedari tadi belum dibukanya dan kini ingin diletakkannya kembali di sudut tasnya sebelum tersadar. ada seseorang yang terduduk sendirian di tengah kelas. terlihat begitu kesepian.


Minwoo terdiam di tempat, tertarik untuk memperhatikan apa yang tengah dikerjakan gadis cantik itu sendirian. ya, bukan kali ini saja ia tertarik untuk menatap gadis itu. dari saat ia pertama kali berjalan melewati koridor sekolah mereka, Minwoo sudah tidak bisa mencegah untuk tidak meliriknya diam-diam. mungkin karena gadis itu begitu berbeda dari yang lain. mata hazel, rambut kecoklatan, dan sifat arogannya...


Tanpa sadar, Minwoo mengambil kembali kotak bekal yang baru saja berdiam tenang di tasnya dan beranjak perlahan menuju meja gadis itu. Ya! ia tidak sadar sama sekali, dan tersentak saat tiba-tiba sosoknya telah berada di sisi sebelah kanan meja yang bertuliskan ‘Shim Jiyeon’ di atasnya. nama gadis itu.


Teman-teman Minwoo yang baru saja akan keluar kelas, berbalik dan menatap heran pada Minwoo yang kini tengah berdiri di sebelah Jiyeon dan menyodorkan kotak bekalnya pelan ke sisi meja Jiyeon. Jiyeon tidak bergeming. mungkin bisa dikatakan, tidak sadar akan kehadiran seseorang di sisinya.


Sejenak, ia berhenti mencorat-coret kertas gambarnya dan tersenyum puas. saat ingin mengambil pensil warna yang lain, Jiyeon sadar ada sebuah kotak tak dikenal yang kini telah berada di mejanya. Jiyeon mendongak, dan kaget melihat Minwoo yang kini tersenyum lebar ke arahnya.


“Mwoya?” Tanya Jiyeon pendek dengan ekspresi datar. Minwoo menjadi gelagapan dan menggaruk belakang tengkuknya. beberapa teman-teman Minwoo berjalan perlahan menuju tempat Minwoo berdiri saat ini, membuat Minwoo tambah gelagapan.


“Mm... aniya... aku hanya... ini. untukmu... aku lihat selama lima hari ini kamu tidak pernah jajan atau apapun saat istirahat, dan kupikir kamu lapar.. jadi.... ini untukmu.” Minwoo kembali menyodorkan kotak makannya yang kini setengah terbuka tutupnya. Jiyeon terdiam dan menatap tajam ke arah Minwoo.


“Shiroyo...! aku tidak lapar dan  tak perlu makanan. dan........ tidak usah berbuat baik padaku. aku tidak suka orang baik...” Minwoo tersentak. mulutnya membulat, ingin mengucapkan sesuatu tapi tidak jadi.

Dengan tiba-tiba,  Hanbyul yang telah berada di sebelah Minwoo merebut kotak bekalnya dan menyodorkannya persis di depan muka Jiyeon.


“Coba dulu! kue buatan eommanya Minwoo sangat enak! jarang ada eomma wanita karir yang sempat membuat bekal seenak ini untuk anaknya... kamu akan menyesal kalau tidak mencoba...” seru Hanbyul mempromosikan bekal Minwoo dengan heboh. teman-temannya yang lain berdatangan dan mengelilingi meja Jiyeon saat itu juga. membuat Jiyeon semakin tak tahan berada di tengah kerumunan anak-anak itu.


“Jadi kenapa kalau enak? sudah kukatakan aku tidak mau....! sekarang, MENGHINDARLAH!!!” tukas Jiyeon dengan sedikit membentak. ia menepis kotak bekal yang berada tepat di depan wajahnya, sehingga kotak itu terlepas dari tangah Hanbyul dan terjatuh di lantai. isinya tumpah berserakan. raut muka Minwoo berubah. perlahan, ia berjongkok memunguti roti yang berserakan di lantai saat itu. Hanbyul ikut berjongkok dan membatu Minwoo.


Jiyeon tetap bertahan dengan ekspresi datarnya. membuat dua gadis di sampingnya (Seohyun & Christina) mendesis tidak suka. Seokhyun juga mulai menatapnya dengan tatapan penuh api neraka. Ia mendekat ke arah Jiyeon, dan melemparkan kata-kata sinis.


“Yaa...yeoja sombong! kau kira dirimu siapa? tidak pernah didikkah di rumah besarmu, bagaimana caranya menghargai orang lain? atau appamu terlalu sibuk dengan perusahaan sehingga tidak sempat mengurusi anaknya? Hah! aku paham kalau begitu..” Seokhyun berujar seraya berkacak pinggang.


“Shikkeureowoe! jangan mengoceh disampingku. aku tidak suka!” tukas Jiyeon seraya melanjutkan kembali gambarnya. Seokhyun melongo. ini pertama kalinya ada murid perempuan yang berani mengacuhkannya. Seokhyun tersenyum miring. sebuah ide iseng berkelebat dibenaknya.


“YAA! KEMBALIKAN!!” Jiyeon berteriak dan mengejar Seokhyun yang telah sukses menarik paksa pita rambut Jiyeon dan berlari keluar kelas. Jiyeon baru saja akan berlari mengejar Seokhyun sebelum dengan tiba-tiba Seohyun dan Christina menghentikan langkahnya. Christina dengan kasar menjambak rambut cokelat Jiyeon dan tergelak lepas.


“Hahahah... lihat rambutnya! dia tidak cantik sama sekali dengan rambut hancur seperti itu! hahah...”


“Mungkin ini bisa membuat kepalamu dingin gadis jahat!” dan......’byur’ Seohyun menyiram wajah Jiyeon dengan air yang ada dalam botol minumannya. Minwoo dan Hanbyul yang baru saja selesai membereskan ‘kekacauan’ di lantai, tercengang melihat Jiyeon yang kini telah basah dengan rambut acak-acakkan. persis seekor kucing yang kehujanan.


Minwoo berdiri dan mendekat ke arah Jiyeon. “Noe... gwenchanayo?” tanyanya dengan khawatir dan mencoba menyentuh baju Jiyeon yang telah basah.


“Pikyeo! jangan ganggu aku lagi!” Jiyeon menepis tangan Minwoo, dan berlari keluar kelas. meninggalkan anak-anak yang menatap punggungnya dengan berbagai ekspresi.

Minwoo awalnya ingin mengejar Jiyeon, sayangnya tangan Yoonsuk menahannya. “sudahlah..... ia tak akan mau berbaik hati padamu.”


“Ne... lebih baik kita semua pergi bermain! lupakan yeoja jahat itu...” ujar Seohyun dan menggandeng paksa lengan Minwoo dan menariknya untuk keluar kelas. Dengan setengah hati, Minwoo mengikuti punggung Seohyun yang berlari menjauh.

***

Seorang bocah lelaki menatap bosan ke arah kerumunan anak yang bermain di taman luas yang terletak di halaman sekolah mereka. 

Tatapan datarnya kini terarah pada beberapa orang namja dan yeoja yang berlarian di depannya, bermain kucing-kucingan. salah seorang dari mereka tiba-tiba berhenti, dan melempar sesuatu yang sedari tadi berada di genggaman tangannya.

Bocah itu mengikuti arah benda tersebut dilemparkan, dan akhirnya tergelak di tanah. Ia meloncat turun dari panjat-panjatan yang dinaikinya tadi. melangkah pelan ke arah benda berwarna merah muda itu. saat telah dekat dengan tempat benda itu teronggok, bocah itu berjongkok dan mengambilnya.


Sebuah pita. ya. pita yang biasa dipakai para yeoja di rambut mereka. dan sepertinya bocah itu sadar siapa sebenarnya pemilik pita itu.

***

Jiyeon menangis tergugu di atas pagar pembatas sekolahnya. tempat yang paling jarang didatangi murid-murid di sana. Rambutnya lembab dan acak-acakkan, wajahnya kusam penuh airmata, dan bajunya basah. sangat berbeda dengan penampilannya tadi pagi. hatinya sakit. untuk pertama kalinya, dia diperlakukan seperti ini. oleh orang-orang yang baru dikenalnya.


“Eomma......... aku tidak ingin sekolah disini lagi... Hyunseong oppa.... jemput aku..... aku ingin pulang.. disini semua jahat padaku...... hiks....hiks... eommaaaa...” Jiyeon berteriak keras, melampiaskan rasa sakit hati dan kecewanya. Dengan mata sembab, ia tertunduk menatap rerumputan di bawah pagar. wajahnya sebagian telah tertutup oleh rambut yang acak-acakkan dan lembab karena disiram air dari botol Seohyun tadi.


Seorang bocah meletakkan kedua tangannya di ujung pagar dan meloncat ke atasnya. ia duduk di samping Jiyeon. tidak memberi jarak sedikitpun. kedua bola matanya menatap Jiyeon. sedikit geli dan kasihan melihat penampilan Jiyeon saat itu.


“Sudahlah...... jangan cengeng. mereka juga bukan tanpa alasan memperlakukanmu seperti ini kan?” Jiyeon menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati seorang namja tak dikenal yang telah duduk di sampingnya. Jiyeon mebuang muka.


“Aku tidak cengeng! mereka yang keterlaluan! aku tidak pernah menyuruh mereka untuk dekat-dekat dan berbaik hati menyapaku. aku tidak suka. dan lihat! apa yang mereka perbuat? appaku benar-benar salah memilih sekolah untukku.” entah bagaimana caranya, Jiyeon bisa menggerutu dan menceritakan segala hal yang menyesaki hatinya saat itu pada namja tak dikenal disampingnya. Namja itu tersenyum kecil melihat wajah suram Jiyeon yang bertambah suram saat menceritakan uneg-uneg yang dirasakannya.


“Mungkin karena kamu terlalu sombong dan tidak mau berkomunikasi sedikitpun dengan mereka? sejauh yang aku tahu... mereka baik kok. oh ya, aku juga pindahan.... dan mereka bisa cepat menerimaku di sini.” Namja itu balas curhat pada Jiyeon yang tidak menoleh ke arahnya. hanya menunduk dan menatap rerumputan yang dimainkan angin di bawahnya.


“Ah, ne? yah... aku memang berbeda. istimewa. dan mungkin memang tidak seharusnya aku berada di sini..” Jiyeon bergumam kecil. matanya kembali mengabur. Ia yakin, sedikit berkedip saja aliran hangat itu akan kembali mengalir di pipinya. haha. sepertinya ia memang benar-benar cengeng.


“Lalu...... apa yang akan kamu lakukan?” Tanya namja itu lagi, kemudian memasukkan jemarinya ke dalam saku jas.


“Pindah mungkin...?”ujar Jiyeon lagi. kini air mata itu kembali menetes di kedua pipinya. membuat namja di sampingnya tidak tahan untuk terus diam. Namja itu beringsut ke arah Jiyeon, dan mengusap kedua sudut matanya.


“Aissh.... yeoja sepertimu benar-benar menyebalkan. kamu terlihat  angkuh dari luar.. padahal lemah dan cengeng.. sudahlah.... jangan menangis lagi... dan, apa katamu tadi? pindah? hahaha........ jangan secepat ini...! kamu bahkan belum seminggu berada di sini. coba bertahan lebih lama.... dan ubah sedikit sifatmu itu.. kupastikan kamu akan betah di sini. mereka sebenarnya sangat baik.... tidak percaya? oke, besok datang cepat ke sekolah dan kutunjukkan padamu! satu lagi, kita berteman...” Jiyeon kini menatap namja disampingnya itu dengan berbinar.


“Noe..... jinjjayo?” Jiyeon berujar penuh harap. Si namja tersenyum simpul dan mengangguk. Jiyeon tersenyum tipis melihat anggukan namja itu.


“Ah..... kenalkan... aku putra dari Mr. Jo. oh ya....” namja itu seperti tersadar akan sesuatu dan merogoh saku jasnya. Ia mengeluarkan sebuah benda yang tadi dipungutnya dan menyodorkannya pada Jiyeon. Jiyeon hanya menatapnya dengan tidak berminat.

Benda itu mengingatkannya pada kejadian tadi. saat Seokhyun menarik kasar benda itu dari rambutnya.
Melihat Jiyeon yang tak bergeming, namja itu berinisiatif untuk memasang kembali benda itu di tempatnya. Ia menyibak rambut Jiyeon dan menautkan benda itu di antara anak rambut gadis itu, kemudian tersenyum lebar melihat rambut Jiyeon yang kini telah kembali tertata rapi.

“Neomu Yeppoyo...!” ujar namja itu pendek.


Hal terakhir yang Jiyeon ingat saat pertemuan pertamanya dengan namja itu adalah... beberapa saat setelah mereka  duduk terdiam di atas pagar pembatas sekolah, tetesan bening jatuh teratur dari langit. ya. rinai hujan berjatuhan dan menemani obrolan dua orang anak kecil yang telah memproklamirkan pertemanannya itu.




***

“Jiyeon Ah!” Yeoja yang dipanggil namanya itu tersentak kaget. ia menoleh ke arah orang yang memanggilnya, menatap dengan bertanya.


“Sampai kapan kamu mau terbengong di situ? kita sudah sampai dari sepuluh menit yang lalu... atau, kau ingin kembali ke Jerman?” Hyunseong berseru denga curiga. selama sebelas jam perjalanan Jerman-Korea tadi Jiyeon hampir tidak berbicara dengannya sedikitpun. lebih banyak diam dan melempar pandangannya keluar jendela pesawat. ia curiga, jangan-jangan Jiyeon sudah tidak berminat untuk kembali ke Korea, dan saat ini juga ingin mengubah haluan pesawat agar kembali ke Jerman. Ya... saengnya bisa saja melakukan itu. tak ada yang tak bisa dilakukan Jiyeon.

"Aniya..... kajja oppa.... kita keluar...!"Hyunseong mendesah lega. saengnya tidak benar-benar melakukan apa yang sempat berkelebat di benaknya tadi. Ia mengikuti Jiyeon yang telah duluan di depannya. menyeret koper biru tuanya dan bersiul-siul senang. Hyunseng lekas mengejar yeoja itu.

Mata Jiyeon tidak berkedip melihat bandara Incheon yang tengah dipijakinya saat itu. benar-benar berbeda dengan lima tahun lalu! segalanya terlihat......... begitu mewah! 

ah.... bandara ini saja telah membuat banyak perubahan sejak Jiyeon meninggalkannya lima tahun lalu. bagaimana dengan orang itu? apakah dia masih sama, ataukah telah menjelma menjadi sosok yang tidak Jiyeon kenal? 

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar