Titik-tik hujan menderas
jatuh, sore itu.
Menerobos sela-sela
dedaunan.
Mengisi celah di
antara bebatuan.
Berlomba menuruni
licinnya permukaan kaca.
Jatuh, dengan
indah. Teratur.
Dan, lihatlah.
Lihat pantulan di kaca itu.
Tampakkah engkau,
sosok gadis itu?
Ya, gadis yang
menyedihkan itu.
Apa yang dipikirkannya?
Sepertinya ia
rindu akan sesuatu yang telah hilang.
Matanya terpaku
pada rinai hujan di luar sana,
Namun hati dan
pikirannya melayang nun jauh entah dimana.
Satu bagian dari
hatinya tertuju ke kampung halaman,
Jauh di ujung
pulau Sumatera.
Bagian lainnya
terperosok di penjuru pulau Jawa,
Terperangkap ruang
rindu akan sosok yang telah menjadi
Bagian paling
penting di hidupnya sejak lama.
Apalagi yang tengah dipikirkannya?
Hmm. Entahlah,
aku kurang tahu.
Jeritan di hatinya
kalah teredam oleh derasnya rintik hujan.
Aku kesulitan
untuk mendengarnya.
Yang kutahu, raut
wajahnya mengukir kesedihan.
Dalam dan
berkepanjangan.
Selepas hujan
mereda sore itu
Gadis itu mencoba
kembali keluar dari pantulan kaca
Menjauh, kemudian
menapaki
genangan doa yang ia panjatkan
diam diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar